Menarik mengikuti penjelasan Mahfud MD tentang kasus Nadiem di podcast Leon Hartono. Menurut dia, penetapan Nadiem sebagai tersangka sudah tepat, karena ada mens rea (niat melakukan pelanggaran hukum) padanya. Namun, menurut Mahfud juga, dia cukup percaya Nadiem tidak berniat untuk mengambil keuntungan pribadi dari kasus tersebut.
Kesalahan dia sebenarnya lebih ke perbedaan cara kerja antara pengusaha yang terbiasa sat set dan serba cepat, dengan di pemerintahan yang lambat dan penuh birokrasi. Nadiem menabrak birokrasi secara sengaja, bahkan dia sudah membicarakan proyek chromebook itu sebelum resmi ditunjuk sebagai menteri. Di dunia start up, hal itu biasa dilakukan, tapi di pemerintahan tidak bisa. Ada berbagai prosedur dan birokrasi yang harus dilalui, sebelum melaksanakan satu proyek, dan prosedur itu pun baru bisa dimulai ketika sudah resmi menjabat.
Selain itu, Nadiem juga dianggap salah, karena proyek chromebook ini sudah lama dinilai bermasalah dan tidak seharusnya diambil oleh Nadiem. Menteri sebelumnya, menolak mengambil proyek ini, karena tahu bahwa ia bermasalah. Malaysia sekian tahun lalu pernah mengambil proyek ini, tapi kemudian dihentikan. Leon menanggapi, bahwa dalam dunia usaha, boleh dan wajar saja seorang CEO mengambil proyek yang ditolak oleh CEO sebelumnya, atau ditolak oleh perusahaan saingan. Lagi-lagi menunjukkan, perbedaan logika birokrasi pemerintahan dan dunia usaha.
Mengacu penjelasan Mahfud, tindak pidana korupsi itu tidak selalu harus dilandasi oleh niat untuk korup atau maling uang negara. Sekadar sengaja melanggar prosedur yang seharusnya diikuti, dan melibatkan dana negara yang cukup besar, sudah bisa dibui. Jadi, Nadiem dalam hal ini tidak dianggap sebagai KORBAN berbelitnya birokrasi, tapi patut diduga sebagai PELAKU tindak pidana korupsi. Meski tentu, keputusan finalnya menunggu hasil sidang di pengadilan.
Begitu.
(Muhammad Abduh Negara)







Komentar