Hakim Kisty Wisyastuti terjebak banjir enam hari di Aceh Tamiang hingga harus berpindah tempat pengungsian saat air sudah setinggi atap. Bantuan tak kunjung datang, membuat mereka hanya bertahan dengan mie instan mentah dan beras darurat.
Di tengah kondisi mencekam itu, empat narapidana yang pernah ia vonis justru datang sebagai penolong. Mereka membantu Kisty naik ke perahu dan mengevakuasinya setelah sempat ditolak di beberapa titik pengungsian. Kisty akhirnya berhasil keluar dari zona bahaya dengan truk sawit dan sampan tradisional, kembali ke Medan dalam keadaan selamat, diselamatkan oleh solidaritas yang datang dari arah yang tak terduga.π₯Ίπ€π€
KISAH SELENGKAPNYA….
Begitu lekat di ingatan seorang Hakim Pengadilan Negeri Kuala Simpang, Aceh Tamiang, bernama Kisty Wisyastuti, kala terjebak banjir selama 6 hari. Ia dan rekan kerjanya di pengadilan terpaksa harus mengungsi dari tempat satu ke tempat lainnya terlebih kala banjir sudah setinggi atap.
Mereka bertahan hidup hanya dengan memakan mie instan mentah saja, itu pun dibagi 4 orang. Sebab saat itu bantuan pemerintah belum ada yang turun.
1. Banjir sangat cepat merendam, Hakim PN Kuala Simpang menangis saat coba evakuasi diri ke kantornya
Seperti biasa, Hakim Kisty saat itu berada di rumah hendak pergi ke kantornya di Pengadilan Negeri Kuala Simpang.


“Rabu pagi saya dapat info banyak kawan-kawan yang nggak bisa masuk kantor karena di beberapa titik rumahnya sudah mulai kebanjiran. Nah, memang saya pikir hanya banjir-banjir biasa. Namun, tiba-tiba atap rumah dinas saya bocor. Saya mengungsilah ke rumah dinas pimpinan saya. Awalnya nggak ada yang aneh-aneh, Rabu malam itu sekitar jam 22.30 WIB, listrik tiba-tiba mati. Air tidak ada yang menggenang, aman saja. Esoknya jam 5 pagi barulah saya buka HP, ternyata sudah ada foto-foto kantor kami itu lantai satunya terendam. banjir,” kata Kisty kepada IDN Times saat ditemui di kediamannya di Medan, Selasa (9/12/2025).
Ternyata air juga menggenangi rumah mereka yang mulanya hanya setinggi mata kaki. Kisty sempat pulang mengambil pakaian dan menyelamatkan barang berharganya. Karena penasaran, Kisty dan pegawai PN Kuala Simpang yang lain mencoba berangkat dan melihat kondisi kantor mereka.
“Kami mau keluar rumah dinas itu, airnya sudah selutut dan kondisi hujan deras. Saat jumpa sama warga, dia bilang kalau di PN air sudah setinggi leher. Di situ kami bersikeras mau ke kantor. Karena pemikiran kami, kalau airnya seleher barang-barang, kan, tetap bisa kami angkat. Kami tetap jalan. Namun setengah perjalanan arus di bawahnya itu makin kencang. Kami mau pegangan satu sama lain sudah nggak bisa, sudah lihat-lihatan tuh sambil berderai air mata, nangis. Akhirnya kami memutuskan untuk balik lagi,” lanjutnya.
2. Saat evakuasi, Sang Hakim diselamatkan oleh warga binaan yang dahulu pernah divonisnya
Situasi benar-benar genting. Semua masyarakat sibuk menyelamatkan dirinya masing-masing sebab takut terseret banjir yang arusnya semakin kencang.
Di tengah kekalutan itu, Hakim Kisty dan rekan kantornya berjumpa dengan 4 narapidana yang masih memakai baju bertuliskan “warga binaan”. Merekalah yang membantu sang hakim keluar dari mara bahaya arus yang deras.
“Mereka langsung negur, ‘Ibu mau ke mana?’ saya bilang kalau kami mau ke kantor (PN). ‘Nggak bisa, Bu, banjir sudah seleher. Kalaupun mau ke kantor, Ibu nebeng boat aja. Di situ ada boat, Bu. Ayo ikut saya, Bu,’ kata warga binaan itu. Kami diarahkan dan hendak dibantu mereka naik boat,” cerita Kisty.
Hakim muda itu mengaku kenal dengan 4 pria warga binaan yang menolongnya. Bahkan salah satu dari mereka merupakan orang yang pernah divonisnya.
“Iya, sempat saya vonis kemarin. Kasusnya pencurian sawit. Hukumannya cuma beberapa bulan saja dia,” beber sang Hakim.

(Hakim PN Kuala Simpang, Aceh Tamiang, Kisty Widyastuti saat ditemui di kediamaannya di Kota Medan)
Jujur, Kisty sempat mengaku takut saat berjumpa mereka. Namun ketakutan tersebut menguap begitu saja ketika para napi justru menolongnya.
“Pasti, Takut saya sebenarnya. Tapi saya lihat, dia orang yang baik. Kalau nggak baik kan bisa saja, ya, kami diceburkannya atau dijerumuskannya. Tapi ternyata kami ditolong sama mereka. Bahkan sampai dicarikan boat juga untuk evakuasi,” rincinya.
Saat mencoba evakuasi diri, mereka sempat ditolak untuk mengungsi di sebuah cafe berlantai 4. Namun pada akhirnya mereka bersyukur kala salah satu Bank membuka lebar-lebar pintunya untuk para pengungsi.
“Kami mengungsi ke kantor BSI. Posisinya air di dalam lantai satu sudah sepaha, ya. Kami lihat di situ banyak perempuan sama anak kecil. Posisi gelap gulita, kan, nggak ada penerangan. Kami beralasan spanduk, duduk semua di situ, tidur di situ. Syukurnya kami dibagikan air mineral kecil sama pop mie,” jelas Kisty.
“Kami cuma makan mie yang 4 bungkus tadi. Karena kami lihat airnya nggak bakalan cepat surut nih, jadi satu mie mentah itu kami remas, kami kasih bumbu, dimakan bagi 4,” ungkap Hakim muda berkacamata itu.
Di kantor BSI Kisty mengungsi selama 3 hari 2 malam. Arus banjir semakin deras, bahkan beberapa centimeter lagi air sampai ke lantai 2 membuat puluhan pengungsi sempat panik.
3. Hakim Kisty lolos dari maut pakai sampan tradisional
Hari ketiga mengungsi di Kantor BSI tepatnya hari Sabtu (29/11/2025), banjir sudah mulai surut. Kisty dan rekan-rekan memutuskan untuk pindah ke Pengadilan Negeri Kuala Simpang lalu kembali mengungsi lagi di rumah salah satu pegawai.
“Kami terus mencari informasi, ternyata ada jalan ke Medan, tapi melalui Salahaji. Jadi kami memantapkan diri. Hari Senin dijemputlah kami sama mobil truk sawit bak terbuka. Kami naik semua di sana. Jadi dari Kuala Simpang itu ke Salahaji jaraknya sekitar 1,5 jam. Lalu sampailah di pinggiran sungai-sungai itu. Ada kapal kayu yang akan mengantar kami,” ungkap Hakim Kisty terharu.
2 jam lebih mereka naik sampan tradisional milik nelayan. Hakim Kisty bersyukur mereka sampai dengan selamat di Pangkalan Susu, Langkat, setelah mengarungi 2 jam perjalanan.
“Ada sinyal sejak masuk Pangkalan Susu, saya langsung hubungi keluarga pakai HP kawan saya yang masih ada baterainya. Kami minta jemput lalu dibawa pulang ke Medan. Memang dari kejadian ini banyak sekali pelajaran berharga. Intinya adalah saling berbagi, saling melindungi,” pungkasnya.
(Sumber: IDN Times)







Komentar