KERUNTUHAN ISRAEL, PELAN TAPI PASTI
oleh: Ismail Amin
Eksistensi Israel kini sedang menuju babak keruntuhan yang tak bisa dibantah. Bukan lagi sekadar isu politik regional, tapi proses kehancuran sistemik yang menjalar dari ranah diplomasi, ekonomi, hingga dunia akademik. Tiga pilar utama yang selama ini menopang citra negeri Zionis itu.
- Simak saja. Tren global sedang berubah. Dunia perlahan berbalik arah dari simpati terhadap Israel menuju antipati.
- Di Eropa dan Amerika, pemimpin-pemimpin yang pro-Palestina mulai memenangkan suara mayoritas rakyat: dari Catherine Connolly di Irlandia hingga Zohran Mamdani di New York.
- Dunia Barat yang dulu menjadi benteng Israel, kini justru melahirkan generasi baru pemimpin yang memandang Zionisme sebagai wajah modern dari kolonialisme.
- Barat yang dulu penyokong Israel, sekarang ramai-ramai mengakui kedaulatan Palestina.
- Aksi-aksi demonstrasi terbesar sepanjang sejarah di banyak negara bukan dipicu oleh isu lokal melainkan pembelaan pada Gaza yang tertindas dan kecaman pada kejahatan anti kemanusiaan Israel.
Namun kehancuran Israel tak hanya datang dari luar, ia juga digerogoti dari dalam.
- Ekonomi negara itu terjun ke jurang kontraksi; PDB Israel menyusut 3,5% hanya dalam satu kuartal akibat perang dan ketidakpastian.
- Investor asing hengkang, pariwisata nyaris nol, proyek-proyek teknologi terhenti, dan dunia usaha lumpuh karena perang yang mereka sendiri mulai.
- Israel sedang menuju fase “kehancuran ekonomi tanpa gempuran senjata”. Sekarat di tangan pasar global yang mulai kehilangan kepercayaan.
Tapi pukulan paling mematikan justru datang dari dunia akademik.
- Dalam dua tahun terakhir, lebih dari 1000 kasus boikot ilmiah menimpa lembaga dan peneliti Israel.
- Lebih dari 40 universitas dunia, termasuk Ghent, Amsterdam, CNRS Prancis, dan Harvard, telah memutus hubungan riset dengan kampus-kampus Israel.
- Reputasi yang dulu menjadi kebanggaan Zionis sebagai “pusat inovasi dan sains dunia” kini berubah menjadi simbol kekerasan dan penindasan.
- Ilmuwan muda Israel terisolasi. Mereka ditolak jurnal internasional, dihapus dari daftar kolaborasi, dan tak lagi diundang ke konferensi global.
- Publikasi ilmiah Israel merosot tajam hampir 20% hanya dalam dua tahun.
- Rektor Universitas Tel Aviv bahkan mengakui, “Kami berada di masa paling gelap dalam sejarah akademik kami.”
- Sains yang dulu menjadi kebanggaan bangsa itu kini berubah menjadi alat legitimasi perang, dan dunia tidak lagi mau berkompromi. “Ketika teknologi digunakan untuk menindas,” kata Yossi Mekelberg dari Chatham House, “maka sains wajib dimintai pertanggungjawaban moral.”
Israel kini bukan lagi laboratorium inovasi, melainkan laboratorium konflik. Negara yang kehilangan orientasi moral, kehilangan kawan, dan kehilangan masa depan. Boikot global bukan hanya sanksi ilmiah, tapi tanda dari isolasi moral yang akan menelan Israel secara perlahan.
Seperti ditulis Haaretz, “Jika tren ini berlanjut, Israel tak hanya terhapus dari peta riset dunia, tapi juga dari peta nurani kemanusiaan.”
Dan di situlah kehancuran sejatinya dimulai. Bukan ketika roket Iran menghantam tanahnya, tapi ketika dunia berhenti percaya pada janji muluk-muluk yang mereka jual.
Hanya propagandis Zionis di Indonesia yang masih ngotot percaya, Israel masih kuat. Entah mengapa mereka begitu. Padahal dibayar juga kagak.
(*)







Komentar