Kasihan, Budi Arie Ditolak Masuk Gerindra

Rencana Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, untuk bergabung ke Partai Gerindra tampaknya tidak disambut hangat. Alih-alih dukungan, yang muncul justru gelombang penolakan dari dalam tubuh partai, terutama dari organisasi sayap mudanya, Tunas Indonesia Raya (Tidar).

Sekretaris Jenderal Tidar, Rocky Candra, menilai langkah Budi Arie sarat kepentingan politik jangka pendek.

“Kami menghormati siapa pun yang ingin berjuang bersama. Tapi Gerindra bukan tempat persinggahan bagi mereka yang datang ketika langit politik sedang cerah,” ujar Rocky di Jakarta, Sabtu (8/11).

Rocky menegaskan, Gerindra dibangun atas dasar loyalitas dan konsistensi perjuangan, bukan sekadar tempat berlabuh bagi tokoh yang baru muncul ketika peta politik berubah arah.
“Partai ini berdiri di atas keringat kader yang berjuang sejak awal, bukan bagi yang datang saat semuanya tampak aman,” katanya.

Penolakan terhadap langkah Budi Arie bukan hanya datang dari Tidar. Sejumlah pengurus daerah Gerindra di Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan juga menyuarakan keberatan. Mereka menilai, kehadiran mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu bisa mengganggu soliditas internal dan memunculkan kecemburuan di kalangan kader lama.

“Gerindra punya mekanisme kaderisasi yang jelas. Kalau orang luar langsung masuk dengan posisi istimewa, itu bisa bikin gaduh,” kata seorang pengurus DPC Gerindra di Makassar.

Langkah Budi Arie memang menimbulkan tanda tanya. Sebelumnya, dalam Kongres Projo awal November lalu, ia menyatakan siap bergabung ke Gerindra untuk “melanjutkan perjuangan bersama Presiden Prabowo”. Ia juga menegaskan bahwa langkah itu bukan berarti meninggalkan Joko Widodo, sosok yang melahirkan dan membesarkan Projo.

Namun di kalangan internal Gerindra, keputusan itu dianggap terlalu politis. Banyak yang membaca langkah Budi Arie sebagai manuver untuk tetap bertahan di lingkar kekuasaan setelah berakhirnya era Jokowi.

Pengamat politik menilai, resistensi terhadap Budi Arie mencerminkan ketegangan klasik antara struktur kader dan figur politik baru. Gerindra kini dihadapkan pada dilema: memperluas jaringan dukungan atau menjaga kemurnian barisan perjuangan.

Untuk saat ini, arah angin tampaknya belum berpihak pada Budi Arie.
Gerindra ingin memastikan, sebelum masuk ke rumah perjuangan, seseorang harus lebih dulu memahami panasnya dapur politik di dalamnya — bukan sekadar menikmati hasil di meja makan.

Komentar