IJTIHAD POLITIK UAS
Oleh: Taufik M Jusuf Njong
Dalam sebuah ceramah santai dengan mahasiswa dan WNI Sudan di KBRI Khartoum tahun 2019 saat beliau mau menyelesaikan desertasi S3 nya di Sudan, Ustadz Abdul Shomad pernah menyampaikan (seingat saya) bahwa rata-rata tema ceramah beliau adalah berkisar tentang perbaikan pendidikan, perbaikan POLITIK dan satu lagi saya lupa.
Di kesempatan lain, saya melihat video beliau menyampaikan ceramahnya di Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh dengan merujuk kepada pendapat Syeikh Al-Qaradhawi rahimahullah dalam Min Fiqh Ad-Daulah bahwa mencoblos adalah bagian dari kesaksian. Memilih seorang anggota dewan, presiden, gubernur, bupati dan seterusnya adalah sebuah kesaksian dan kita dituntut untuk bersaksi dengan adil dan memilih mereka yang baik dan memiliki kapasitas.
Memilih atau mencoblos seseorang berarti kita bersaksi bahwa orang tersebut adalah orang yang baik dan memiliki kapasitas untuk memimpin dan mewakili kita. Barangsiapa memilih seseorang yang tidak baik dan tidak punya kapasitas, misalnya hanya karena hubungan kekerabatan (kedekatan), orang sedaerah, atau karena suatu imbalan yang dia harapkan, maka sesungguhnya ia telah melakukan kesaksian palsu yang disebut dalam Al-Quran sebagai salah satu dosa besar.
Hanya saja, menilai seseorang itu baik atau tidak, memiliki kapasitas memimpin atau tidak kembali kepada ijtihad pribadi (dugaan kuat) yang bisa jadi benar atau salah. Demikian halnya dengan pilihan UAS.
Semua kembali kepada pengetahuan dan informasi yang kita terima tentang calon pemimpin atau calon wakil rakyat tersebut baik karena interaksi langsung secara pribadi atau informasi dari orang lain yang bisa dipercaya atau dari media.
Karena basisnya adalah ‘dugaan’, terkadang seseorang yang dicalonkan oleh partai Islam sekalipun dikemudian hari terbukti ternyata adalah garong atau penjahat.
Sebaliknya, tidak semua yang dicalonkan oleh partai non-Islam bahkan yang terkenal juara korupsi sekalipun semuanya adalah penjahat dan tikus.
Dunia politik itu tidak melulu tentang pertarungan “antara yang haq dan batil”, tapi seringkali justru tentang “mana yang lebih baik” menurut dugaan kita atau “mana yang lebih sedikit keburukannya”.
UAS yang memiliki pandangan komprehensif dalam memahami Islam, bahwa Islam mengatur semua lini kehidupan termasuk politik, akan terus mendukung calon-calon yang beliau anggap layak untuk memimpin, baik itu dari partai Islam ataupun bukan.
Karenanya merupakan sebuah kesia-siaan (setidaknya sampai sekarang) meminta UAS untuk berhenti memberikan dukungannya kepada seorang politisi.
Dan merupakan sebuah kecerobohan aktivis Islam yang turut menyerang UAS hanya karena di suatu tempat kebetulan ijtihad UAS berbeda dengan pandangannya.
(*)







Komentar