Haji Isam Panen Proyek Berkat Sepupunya Amran Sulaiman

Di era pemerintahan Prabowo Subianto, aroma patronase dan nepotisme makin kental. Lihat saja bagaimana poros kekuasaan dan bisnis berjalin di sektor pertanian dan energi terbarukan. Nama Haji Isam, pengusaha tambang asal Kalimantan Selatan, kembali mencuat seiring kembalinya Andi Amran Sulaiman ke kursi Menteri Pertanian. Keduanya bukan sekadar sahabat lama, tapi juga diketahui memiliki hubungan kekerabatan sebagai sepupu fakta yang sudah menjadi rahasia umum di lingkaran elite.

Kebetulan atau tidak, sejak Amran kembali ke kabinet, geliat bisnis Jhonlin Group milik Haji Isam makin menanjak. Di tengah dorongan pemerintah menuju program B50 biodiesel campuran 50 persen sawit dan solar pabrik biodiesel Jhonlin di Batulicin menjadi simbol kesiapan swasta mendukung kebijakan itu. Bahkan, peresmian pabrik tersebut dihadiri langsung pejabat tinggi negara, termasuk Amran sendiri.

Kinerja perusahaan afiliasinya, Jhonlin Agro Raya (JARR), juga menunjukkan lonjakan luar biasa. Nilai kapitalisasi dan transaksi saham JARR di bursa melonjak tajam sejak akhir 2024, seiring gencarnya pemerintah mendorong industri biodiesel dan energi hijau. Publik menilai, momentum politik dan kebijakan energi yang baru memberi angin besar bagi ekspansi konglomerasi Jhonlin di sektor sawit, gula, dan biodiesel.

Pemerintah berdalih bahwa sinergi antara negara dan swasta adalah bentuk kolaborasi demi kemandirian energi. Namun publik tentu berhak bertanya: sejauh mana kolaborasi ini lahir dari kepentingan nasional, bukan karena jejaring keluarga? Di negara dengan sejarah panjang patronase politik, sulit menepis kesan bahwa kebijakan sering kali mengalir mengikuti alur kekerabatan, bukan meritokrasi.

Kasus ini menggambarkan pola lama yang terus berulang — ketika garis darah dan kedekatan bisnis lebih menentukan arah proyek negara dibanding kajian teknokratis. Pemerintahan Prabowo yang semestinya menampilkan wajah baru justru terjebak dalam pusaran lama: relasi kekuasaan yang bertemu dengan kepentingan modal.

Pada akhirnya, publik menilai bukan dari retorika kemandirian pangan atau energi, melainkan dari siapa yang paling diuntungkan. Dan di tengah semua sorotan itu, nama Haji Isam dan sepupunya, Amran Sulaiman, berdiri di persimpangan antara kolaborasi dan konflik kepentingan simbol nyata dari betapa tipisnya garis antara kekuasaan dan bisnis di republik ini.

Komentar