Dialog Abu Sufyān dengan Kaisar Romawi Heraklius yang bertanya tentang sosok Nabi Muhammad ﷺ

Abu Sufyan adalah salah seorang pemimpin utama Quraisy di Makkah yang sangat menentang Nabi Muhammad, akan tetapi di kemudian hari memeluk Islam. Buyutnya yang bernama Abdu Syams, adalah saudara Hasyim, buyut Nabi Muhammad.

Dialog Abu Sufyān dengan Kaisar Romawi Heraklius terjadi saat Abu Sufyan masih kafir.

Imām al-Bukhārī meriwayatkan dalam Ṣaḥīḥ-nya dari Ibn ‘Abbās radhiyallāhu ‘anhumā, bahwa Abū Sufyān bin Ḥarb mengabarkan kepadanya:

Heraklius pernah mengirim utusan kepadanya ketika ia bersama rombongan Quraisy sedang berdagang di Syām, pada masa gencatan antara Rasulullah ﷺ dengan Abū Sufyān dan kaum Quraisy (Perjanjian Hudaibiyah 628 M). Mereka pun menemui Heraklius di Iliya’ (Baitul Maqdis).

Heraklius memanggil mereka ke majelisnya. Di sekelilingnya hadir para pembesar Romawi. Ia memanggil mereka, lalu menghadirkan penerjemahnya, kemudian berkata:

“Siapa di antara kalian yang paling dekat nasabnya dengan laki-laki yang mengaku sebagai nabi itu?”

Abū Sufyān menjawab:

“Saya orang yang paling dekat nasabnya dengannya.”

Heraklius berkata:

“Dekatkan dia kepadaku, dan tempatkan sahabat-sahabatnya di belakangnya. Aku akan bertanya kepadanya tentang orang itu. Jika ia berdusta, bantahlah.”

Abū Sufyān berkata:

“Demi Allah, kalaulah bukan karena malu dicatat sebagai pendusta, niscaya aku akan berbohong tentang dia.”

🔴Pertanyaan-Pertanyaan Heraklius

  1. Tentang nasab Nabi ﷺ

Heraklius: “Bagaimana nasabnya di tengah kalian?”
Abū Sufyān: “Dia dari keturunan yang mulia.”

  1. Tentang klaim kenabian sebelumnya

Heraklius: “Apakah ada seseorang di antara kalian yang pernah berkata demikian sebelum dia?”
Abū Sufyān: “Tidak ada.”

  1. Tentang keturunan raja

Heraklius: “Apakah ada dari nenek moyangnya yang seorang raja?”
Abū Sufyān: “Tidak ada.

  1. Tentang para pengikut

Heraklius: “Apakah yang mengikutinya dari kalangan bangsawan atau orang-orang lemah?”
Abū Sufyān: “Bahkan kebanyakan adalah orang-orang lemah.”

  1. Tentang pertumbuhan pengikut

Heraklius: “Apakah mereka bertambah atau berkurang?”
Abū Sufyān: “Bahkan bertambah.”

  1. Tentang kemurtadan

Heraklius: “Apakah ada yang murtad karena benci terhadap agamanya setelah masuk Islam?”
Abū Sufyān: “Tidak ada.”

  1. Tentang kejujuran Nabi ﷺ

Heraklius: “Apakah kalian pernah menuduhnya berdusta sebelum ia mengucapkan hal itu?”
Abū Sufyān: “Tidak.”

  1. Tentang khianat

Heraklius: “Apakah dia berkhianat?”
Abū Sufyān: “Tidak. Hanya saja sekarang ada perjanjian di antara kami dengannya, kami tidak tahu apa yang akan ia lakukan.”

  1. Tentang perang

Heraklius: “Apakah kalian pernah memeranginya?”
Abū Sufyān: “Ya.”
Heraklius: “Bagaimana peperangan kalian dengannya?”
Abū Sufyān: “Perang antara kami dan dia silih berganti. Kadang dia menang atas kami, kadang kami menang atasnya.

  1. Tentang ajaran Nabi ﷺ

Heraklius: “Apa yang ia perintahkan kepada kalian?”
Abū Sufyān: “Ia berkata: ‘Sembahlah Allah semata, jangan sekutukan Dia dengan sesuatu apa pun, tinggalkan apa yang dikatakan nenek moyang kalian.’ Ia juga memerintahkan kami untuk shalat, jujur, menjaga kehormatan, dan menyambung silaturahmi.”

🟢 Analisis Heraklius

Heraklius lalu berkata kepada penerjemah:
• “Aku bertanya tentang nasabnya, engkau jawab ia berasal dari keturunan mulia. Demikianlah para rasul diutus dari keturunan bangsanya yang mulia.
• Aku bertanya apakah ada orang sebelumnya yang pernah berkata demikian, engkau jawab tidak ada. Kalau ada, tentu aku akan mengira ia hanya meniru.
• Aku bertanya apakah ada nenek moyangnya yang raja, engkau jawab tidak ada. Kalau ada, tentu aku akan mengira ia hanya ingin merebut kerajaan leluhurnya.
• Aku bertanya apakah kalian menuduhnya berdusta, engkau jawab tidak. Maka aku tahu, orang yang tidak berdusta pada manusia tidak mungkin berdusta atas nama Allah.
• Aku bertanya siapa pengikutnya, engkau jawab orang-orang lemah. Memang demikianlah pengikut para rasul.
• Aku bertanya apakah mereka bertambah atau berkurang, engkau jawab mereka bertambah. Demikianlah iman, senantiasa bertumbuh hingga sempurna.
• Aku bertanya apakah ada yang murtad karena benci setelah masuk Islam, engkau jawab tidak ada. Demikianlah iman, bila sudah masuk hati, ia menancap kokoh.
• Aku bertanya apakah ia berkhianat, engkau jawab tidak. Demikianlah sifat para rasul, mereka tidak berkhianat.
• Aku bertanya apa yang diperintahkan, engkau jawab ia memerintahkan ibadah kepada Allah, melarang menyembah berhala, memerintahkan shalat, jujur, menjaga kehormatan, dan silaturahmi. Itu semua memang ajaran para nabi.”

Heraklius menambahkan:

“Jika apa yang engkau katakan benar, maka ia akan menguasai hingga tempat kedua kakiku ini* (Baitul Maqdis). Aku sudah tahu akan muncul seorang nabi, hanya saja tidak kusangka dari bangsa kalian. Kalau aku tahu pasti bisa menemuinya, tentu aku akan bersusah payah untuk menjumpainya. Jika aku berada di sisinya, niscaya aku akan mencuci debu dari kedua kakinya.”

*Terbukti, pasukan Islam di masa Khalifah Umar Bin Khothob berhasil menguasai wilayah Syam, hingga Khalifah Umar datang langsung ke Baitul Maqdis untuk serah terima dengan penguasa Romawi yang sudah kalah.

🔦 Faedah Penting dari Kisah Ini

  1. Kesaksian musuh tentang kejujuran Nabi ﷺ.
    Abū Sufyān, meskipun masih kafir, mengakui bahwa Nabi ﷺ tidak pernah berdusta.
  2. Pengikut para nabi adalah orang-orang lemah.
    Ini sesuai dengan sunnatullah bahwa yang lebih dahulu merespons dakwah adalah kalangan sederhana.
  3. Pertumbuhan iman tidak pernah surut.
    Heraklius memahami bahwa jika pengikut Nabi ﷺ terus bertambah, berarti kebenarannya nyata.
  4. Iman yang murni tidak membuat pemeluknya murtad.
    Sebab iman yang meresap dalam hati menumbuhkan keteguhan.
  5. Pengakuan ahli kitab tentang kenabian Rasulullah ﷺ.
    Heraklius dan sahabatnya di Roma mengetahui tanda-tanda kenabian Muhammad ﷺ dari kitab-kitab mereka.
  6. Kekuatan duniawi sering menghalangi iman.
    Heraklius sendiri mengetahui kebenaran Nabi ﷺ, namun ia memilih mempertahankan kekuasaannya daripada mengikuti kebenaran.
  7. Surat Nabi ﷺ kepada Heraklius adalah bukti universalitas Islam. Islam tidak terbatas pada bangsa Arab, melainkan untuk seluruh umat manusia.

📖 PELAJARAN PENTING TERKAIT KEKUASAAN

  • Banyak orang yang terhalang menerima hidayah bukan karena tidak tahu, tetapi karena takut kehilangan kedudukan, jabatan, atau kepentingan dunia.
  • Heraklius adalah contoh klasik: tahu kebenaran, tapi tak mau tunduk karena gengsi politik.

✏️ Muhammad Abduh Tuasikal
(Penulis RumayshoCom)

Komentar