Dapur Sehat SD Muhammadiyah di Solo Mau Diganti MBG, Orangtua Cemas

Kecemasan menyelimuti orangtua siswa SD Muhammadiyah 1 Ketelan, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah.

Pasalnya, program Makan Bergizi Gratis (MBG) direncanakan menggantikan dapur sehat sekolah yang sudah berjalan selama 10 tahun.

Kekhawatiran itu muncul setelah maraknya kasus keracunan makanan MBG di sejumlah daerah, termasuk di Bandung Barat yang menyebabkan 1.333 orang keracunan dalam tiga hari.

Salah satu orangtua, Indri, menyatakan keberatan. Menurutnya, dapur sehat sekolah sudah berjalan baik, aman, dan menyajikan makanan prasmanan.

“Pada heboh di grup wali murid. Mereka pada cemas karena kasus keracunan lagi banyak-banyaknya di Indonesia sampai 5.000 lebih. Tahu-tahu kita yang sudah punya sistem bagus ini malah mau dikasih MBG,” kata Indri, Jumat (26/9/2025), dilansir Kompas.com.

Dapur dan kantin sehat SD Muhammadiyah 1 berdiri sejak tahun 2015 sebagai swadaya. Sekolah tidak sendiri karena orangtua dan guru, dan warga sekitar, ikut dilibatkan. Selama sepuluh tahun berjalan menyediakan makan siang di sekolah, tidak ada catatan keracunan.

Semua menu makan siang yang disajikan juga diinformasikan lebih dulu kepada orangtua dan anak-anak, di antaranya untuk menjaga keamanan anak-anak yang memiliki alergi terhadap bahan makanan tertentu. Dengan niatan itu, orangtua pun rela membayar Rp 10.000 per porsi makan siang bersama itu.

Di sekolah ini, anak-anak bebas mengambil menu sesuai porsi dengan sistem prasmanan yang baru saja dimasak di dapur sekolah. Mereka bisa menambah kembali nasi atau lauk asal bisa menghabiskannya. Dengan sistem prasmanan, nyaris tidak ada sisa pangan terbuang.

Namun, di balik semangat anak-anak itu, ada kecemasan yang menyelinap karena mau diganti dengan MBG.

Indri menilai orangtua masih sanggup membayar makan siang anaknya dari dapur sehat dengan harga Rp 9.000–Rp 10.000 per porsi. Ia menilai penyajian lebih segar dan terjamin.

“Lha sekarang kalau dikasihkan MBG masaknya tengah malam gitu kita apa tidak khawatir. Orangtua mana yang tidak khawatir,” ujarnya.

Orangtua lain, Yusup, juga menolak MBG. Ia menilai dapur sehat yang selama ini berjalan lebih terjamin dan biayanya sama dengan MBG.

“Kalau saya pribadi karena punya anak di sana tidak setuju. Karena dengan banyaknya berita tentang kesemrawutan MBG itu saya tidak mau anak saya dipertaruhkan,” tegas Yusup.

Humas SD Muhammadiyah 1 Ketelan, Dwi Jatmiko, menjelaskan dapur sehat sekolah sudah berjalan sejak 2015 dengan konsep ramah anak dan bebas 3P (plastik, pengawet, pewarna).

“Sejak 2015 kita sudah memiliki pelopor dapur sehat ramah anak terhindar dari 3P. Karena kita adalah sekolah sehat,” ujarnya.

Terkait program MBG, pihak sekolah menerima tetapi meminta dialog lebih dulu dengan orangtua siswa. Rencananya program MBG yang semula akan dimulai Senin depan ditunda.

“Kita akan melakukan survei di-form kepada wali murid setuju atau tidak setuju,” kata Jatmiko.

Menurutnya, masih banyak sekolah negeri lain yang membutuhkan MBG dibanding SD Muhammadiyah 1 Ketelan yang sudah punya dapur sehat mapan.

(Sumber: KOMPAS)

Komentar