Belajar dari El Salvador: Bisakah Medan Menjadi Kota Aman Tanpa Premanisme dan Begal?

Kota Medan sudah lama dikenal sebagai kota besar dengan denyut ekonomi yang hidup — tapi di balik keramaiannya, ada sisi kelam yang sulit dihapus: premanisme, begal, dan jaringan narkoba yang terus menghantui kehidupan warga. Tidak sedikit masyarakat yang masih enggan keluar malam, khawatir dirampok di jalan, atau jadi korban kekerasan tanpa alasan jelas.

Situasi ini mengingatkan pada apa yang pernah terjadi di El Salvador, sebuah negara kecil di Amerika Tengah yang dulu dijuluki “negara geng paling berbahaya di dunia.” Pada puncaknya, pembunuhan bisa mencapai ratusan kasus per bulan, dan kelompok kriminal seperti MS-13 dan Barrio 18 menguasai jalanan. Namun kini, El Salvador berubah total — dari negara paling berbahaya menjadi salah satu yang paling aman di Amerika Latin.

Transformasi ala Nayib Bukele

Perubahan itu tidak terjadi secara ajaib. Presiden Nayib Bukele mengambil langkah ekstrem: menyatakan state of exception (keadaan darurat nasional), menangkapi puluhan ribu anggota geng, dan membangun penjara super ketat bernama CECOT (Centro de Confinamiento del Terrorismo).

Cuplikan Video Penjara CECOT

Di penjara ini, para penjahat kelas berat benar-benar diputus dari dunia luar: tanpa kunjungan, tanpa hak istimewa, dan dikurung dalam disiplin militer. Hasilnya mencengangkan — angka pembunuhan turun lebih dari 90%, dan warga kini menikmati keamanan yang dulu terasa mustahil.

Meski kebijakan Bukele dikritik oleh kelompok HAM internasional karena terlalu keras, tak bisa dipungkiri bahwa bagi rakyat El Salvador, ketertiban akhirnya kembali.

Refleksi untuk Medan

Medan tentu berbeda dengan El Salvador. Kita hidup dalam sistem demokrasi yang menjunjung hak asasi manusia dan prosedur hukum. Namun, semangat tegas dan cepat ala Bukele layak dijadikan pelajaran bagi para pemimpin daerah di Indonesia, terutama di kota besar seperti Medan yang kerap dirundung kriminalitas.

Premanisme di Medan bukan sekadar soal kejahatan, tapi juga soal keberanian negara hadir di ruang publik. Ketika masyarakat merasa lebih takut kepada preman daripada aparat, berarti ada sesuatu yang salah dalam fungsi penegakan hukum.

Pemerintah kota bersama aparat keamanan sebenarnya memiliki banyak opsi:

  1. Menegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap pelaku begal dan pengedar narkoba.
  2. Menata ulang sistem rehabilitasi sosial agar generasi muda di lingkungan rawan tidak mudah terseret dunia kriminal.
  3. Membangun sistem pengawasan publik modern, seperti CCTV berbasis AI dan patroli cepat di titik rawan.
  4. Mengembalikan kepercayaan warga, bahwa negara hadir untuk melindungi, bukan hanya menindak.

Saatnya Pemimpin Bertindak

Medan tidak butuh kebijakan populis, tapi tindakan nyata yang mengembalikan rasa aman. Pemimpin sejati tidak hanya bicara soal pembangunan fisik, tetapi juga pembangunan mental dan ketertiban sosial.

Kisah El Salvador memberi pelajaran sederhana tapi keras: tanpa ketegasan, kejahatan akan selalu menang. Dan tanpa keberanian pemimpin, kota sebesar apa pun bisa kalah oleh segelintir pelaku kriminal.

Kini, tinggal kita bertanya — apakah para pemimpin di Medan berani meniru semangat itu, untuk menjadikan kota ini benar-benar aman tanpa premanisme dan begal?

Komentar