Badai PHK Hantam AS, Ratusan Ribu Perusahaan Tumbang

Gelombang kebangkrutan kembali menerjang Amerika Serikat (AS). Untuk ketiga kalinya secara beruntun, angka pengajuan bangkrut di negara tersebut membukukan lonjakan dua digit, menandai kondisi ekonomi yang masih rapuh dan penuh tekanan.

Laporan terbaru dari Kantor Administrasi Pengadilan AS menyebutkan bahwa sepanjang tahun lalu terdapat 557.376 pengajuan kebangkrutan, naik 10,6% dari 504.112 kasus pada tahun sebelumnya. Lonjakan ini terjadi di hampir semua sektor, baik perusahaan maupun individu.

Pada kategori rumah tangga, angkanya bahkan meningkat lebih tajam. Total pengajuan mencapai 533.337 kasus, melonjak 10,8% dibanding 481.350 kasus pada 2024. Sebagian besar, yakni 333.321 orang, mengajukan kebangkrutan Bab 7 yang mengarah pada likuidasi aset, sementara 200.290 kasus lainnya masuk dalam Bab 13 atau restrukturisasi utang.

Gelombang ini juga memukul sejumlah perusahaan besar AS. Nama-nama yang sempat berjaya seperti Rite Aid, JoAnn, Forever 21, Hooters hingga perusahaan genetik 23andMe terpukul hingga harus menjalani proses hukum kebangkrutan. Khusus sektor bisnis, terdapat 24.039 perusahaan yang bangkrut sepanjang tahun, naik 5,6% dari periode sebelumnya.

Direktur Eksekutif American Bankruptcy Institute (ABI), Amy Quackenboss, menyebut tekanan ekonomi makro menjadi pemicu utama. Menurutnya, kebangkrutan bukan sekadar tanda krisis, melainkan mekanisme untuk pemulihan keuangan bagi entitas yang kewalahan menanggung beban.

“Harga yang tinggi, akses pinjaman makin ketat, dan ketidakpastian kondisi global membebani konsumen serta bisnis. Namun kebangkrutan adalah sarana penting bagi mereka untuk memulai dari nol,” ujarnya.

Dari sisi akademisi, Asisten Profesor Hukum University of Michigan, Belisa Pang, menyatakan bahwa data bangkrut biasanya merefleksikan masalah jangka panjang, bukan gejolak sesaat.

Ia juga menyoroti adanya “silent sufferers”, yaitu masyarakat yang seharusnya sudah layak mengajukan bangkrut namun tidak melakukannya karena stigma atau biaya hukum yang tinggi.

Meski tren sekarang cenderung meningkat, posisinya masih jauh dari situasi kelam tahun 2005 ketika lebih dari dua juta warga dan bisnis menyatakan bangkrut. Bahkan selama 2010–2022, angka kebangkrutan sempat turun dan mencapai titik terendah pada 2022 dengan hanya 380.634 pengajuan.

Kini jumlahnya sudah lebih tinggi hampir sepertiga dari periode terendah tersebut, dan kebangkrutan korporasi bahkan telah dua kali lipat dibanding level sebelumnya.

Amerika sekali lagi menghadapi realitas pahit ekonomi: pemutusan hubungan kerja massal, tekanan biaya hidup, dan dunia usaha yang tidak lagi kuat bertahan. Gelombang ini diprediksi belum akan mereda dalam waktu dekat.

Komentar