Anak Riza Chalid Curhat Lewat Surat dari Penjara: “Tuduhan kerugian negara Rp 285 triliun adalah fitnah keji” 

Anak Riza Chalid, Muhamad Kerry Adrianto Riza, pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa, menyampaikan Surat Terbuka sepanjang empat halaman terkait perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah.

Surat tersebut dibacakan oleh kuasa hukumnya, Patra M Zen, seusai sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/11/2025).

Kerry menegaskan bahwa dirinya bukan pejabat negara dan tidak mengambil uang negara. Namun, ia merasa dicitrakan sebagai pelaku kejahatan besar dalam kasus yang menjeratnya.

Kerry juga menyebut keluarganya ikut terdampak, termasuk sang ayah, Riza Chalid, yang dituding mendalangi aksi demonstrasi pada Agustus 2025 tanpa bukti.

“Dengan kerendahan hati, izinkan saya menulis surat ini sebagai warga negara, pengusaha, suami, anak, dan ayah, yang kini diperlakukan seolah musuh negara,” tulisnya.

Dalam surat itu, Kerry menegaskan bahwa dirinya bukan pejabat publik dan tidak pernah mengambil uang negara. Namun, namanya dicitrakan sebagai penjahat besar seolah menjadi sumber masalah negeri.

“Rumah saya digeledah. Polisi membawa saya dan memeriksa tanpa panggilan atau prosedur yang benar. Lalu, mereka menahan saya sejak 25 Februari 2025. Hampir delapan bulan saya mendekam, menunggu kepastian hukum,” kata Kerry.

Kerry menjelaskan bahwa bisnisnya hanya menyewakan tangki penyimpanan BBM kepada Pertamina. “Tuduhan kerugian negara Rp 285 triliun adalah fitnah keji,” ujarnya.

Kerry menambahkan bahwa kegiatan bisnisnya justru membantu negara menghemat dan memperkuat distribusi energi, dengan manfaat hingga Rp 145 miliar per bulan.

Nilai kontrak sewa OTM senilai Rp 2,4 triliun merupakan total selama 10 tahun, dan selama periode kontrak tersebut tangki BBM miliknya digunakan secara maksimal.

“Bagaimana bisa saya didakwa merugikan negara senilai kontrak sewa, padahal tangki BBM saya dipakai maksimal oleh Pertamina,” ujarnya.

Dalam surat itu, Kerry juga berharap kasusnya mendapat perhatian dari pemimpin negara.

“Saya tidak minta perlakuan istimewa atau pembebasan tanpa proses. Saya hanya memohon proses hukum yang adil, yang tidak didikte oleh fitnah, opini, atau kepentingan tersembunyi,” tulisnya.

Muhamad Kerry didakwa merugikan negara hingga US$ 9.860.514 (US$ 9,86 juta) dan Rp 2.906.493.622.901 (Rp 2,9 triliun) dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018–2023.

Jaksa menuduh Kerry melakukan korupsi melalui kegiatan sewa kapal dan sewa terminal bahan bakar minyak (TBBM) dan menjeratnya dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Jaksa menilai proses pengadaan sewa kapal yang dilakukan Kerry hanya formalitas, karena kapal yang disewa tidak memiliki Izin Usaha Pengangkutan Migas. Sementara dalam sewa terminal, Kerry terlibat dalam pengaturan sewa TBBM bersama Riza Chalid melalui Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Tangki Merak.

Dalam kasus korupsi Pertamina ini, total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 285,18 triliun.

Rinciannya: USD 2.732.816.820 (US$ 2,73 miliar) atau Rp 45 triliun (kurs Rp 16.500) dan Rp 25.439.881.674.368 (Rp 25,43 triliun) dari tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina; Rp 171.997.835.294.293 (Rp 171,99 triliun) akibat kemahalan harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi; serta illegal gain sebesar US$ 2.617.683.340 (US$ 2,61 miliar).

Komentar