“Aku Pulang karena Dipanggil Negara. Tapi, Kini Negara Menahanku”

Mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi dituntut 8,5 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019-2022. Ira dianggap merugikan negara senilai Rp1,2 triliun.

Inti dari perkara ini adalah akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh ASDP senilai Rp1,272 triliun. Jaksa menuntutnya merugikan negara sebesar Rp1,253 triliun –hampir 98,5 persen dari harga beli.

PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa transportasi penyeberangan terpadu dan pengelolaan pelabuhan di seluruh Indonesia. Perusahaan ini berperan sebagai “jembatan” yang menghubungkan pulau-pulau di Indonesia, termasuk melayani rute perintis di wilayah terpencil.

Sidang pembacaan vonis untuk Ira Puspadewi, mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), dijadwalkan pada 21 November 2025.

Sebelumnya, Ira Puspadewi telah membacakan nota pembelaan atau pleidoi pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 6 November 2025.

Rhenald Kasali: Kasusnya Mirip Tom Lembong

Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali menyoroti kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi sebagai terdakwa. Dia menilai kasus itu mirip dengan perkara mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

Menurut Rhenald, Ira tidak mengambil keuntungan dalam perkara dugaan korupsi proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry 2019-2022. Dia pun heran Ira dianggap merugikan negara senilai Rp1,2 triliun.

“Kalian mungkin sempat menerima berita-berita seperti ini, mirip seperti Tom Lembong, manatan Dirut ASDP tidak ambil uang sepeser pun, tersangka dianggap merugikan negara hingga Rp1,2 triliun,” ujar Rhenald dalam video yang diunggah lewat akun Instagram @rhenald.kasali, dilihat Kamis (13/11/2025).

Dia menilai kebijakan ASDP mengakuisisi 53 kapal milik PT JN untuk kepentingan mobilitas masyarakat. Proses akuisisi pun dilakukan dengan melibatkan perusahaan jasa penilai.

“Nah mereka melakukan penilaian, mereka melihat kapalnya bagus apa enggak, layak atau tidak, harganya normal atau tidak. Akhirnya dicapai kesepakatan harganya dengan bantuan dari kantor jasa penilai ini,” kata Rhenald.

Hanya saja, kata dia, penyidik memiliki penghitungan lain. Dia menuturkan ahli besi yang dihadirkan menilai kapal-kapal tersebut sebagai besi tua yang nilainya tidak sebesar dengan yang dibayarkan ASDP.

“Kemudian karena dihitung sebagai besi tua jadilah itu cuma Rp19 miliar, dihitung lah oleh akuntannya sendiri jadi nilainya Rp19 miliar. Jadi karena dibelinya Rp1,2 tirliun, maka kerugiannya dikurangin Rp19 miliar tuh, itu kerugiannya. Waduh kok begitu ya?” ujar Rhenald.

Dia pun heran pembelian kapal-kapal itu dianggap menimbulkan kerugian yang sangat besar. Padahal, kata dia, kapal-kapal yang dibeli meningkatkan keuntungan ASDP.

“Tapi pertanyaan-pertanyaan yang muncul ini adalah kerugian yang sangat besar. Siapa yang berhak mengukur kerugian seperti itu? Jadi kita mesti waspada, hati-hati, itulah sebabnya media mengatakan ini kasusnya mirip Tom Lembong,” kata dia.

Mengutip pleidoi, Rhenald menuturkan Ira merupakan pribadi yang sederhana. Dia mengatakan Ira tidak pernah naik pesawat kelas bisnis dan senantiasa bekerja keras untuk meningkatkan keuntungan ASDP.

“Miris sekali kita kalau putra-putri Indonesia yang baik, bercita-cita luhur, ingin memajukan ekonomi Indonesia, tapi ada kasus, ada laporan masyarakat yang barang kali menginginkan pekerjaan mereka,” kata Rhenald.

Komentar