✍🏻AS Laksana
Konflik di PBNU ini marai mumet, tapi jalan ceritanya secara logis pasti akan seperti ini:
- Rais ‘Aam mengeluarkan surat pemecatan. Nama Gus Yahya dicoret, seolah seluruh mandat yang dulu diterimanya dari mayoritas peserta muktamar ikut lenyap dengan surat pemecatan yang ditandatangani oleh satu orang saja.
- Karena tidak ada jalan untuk islah, Rais ‘Aam tentu akan secepatnya mengumumkan penggantinya, mungkin dalam beberapa hari ke depan. Orang itu akan ditunjuk sebagai pelaksana tugas (plt) atau penjabat (pj) ketua umum tanfidziyah, atau apa pun sebutan resmi yang nanti digunakan.
- Gus Yahya merasa pemecatan terhadap dirinya tidak sah, maka ia menolak pemecatan, yang menurutnya adalah aksi sepihak. Ia akan tetap menjalankan fungsinya sebagai ketua umum tanfidziyah, tetap bicara sebagai ketua umum, tetap menandatangani surat-surat, dan sebagainya. Itu berarti akan ada dua kepengurusan PBNU.
- Mungkin mereka akan berebut kantor, berebut stempel, berebut kursi, berebut apa saja yang mereka pikir perlu direbut.
Rakyat jelata, santri di kampung-kampung, nahdliyin akar rumput hanya bisa menonton. Mereka akan menonton bagaimana salah satu nanti tenggelam dengan sendirinya, seperti Abu Hasan dulu tenggelam dengan sendirinya, setelah digunakan oleh Soeharto untuk membentuk kepengurusan tandingan melawan Gus Dur.
Ketika yang satu tenggelam, ia niscaya tenggelam bersama seluruh rombongan.
Tapi belum tentu yang karam itu akan karam selamanya atau karam seluruhnya. Dalam politik, orang selalu bisa bangkit lagi, asalkan ia tidak buru-buru menyerah, asalkan ia belum telanjur naik menara SUTET.
(*)







Komentar