✍🏻Nur Fitriyah As’ad
Ada aja dari netijen yang berkomentar nirempati terhadap saudaranya yang tertimpa musibah.
Tidak sedikit saya baca di beberapa komentar dengan nada:
“Aceh drama, lebay. Padahal yang terkena bencana ada 3 provinsi, tapi Aceh yang paling teriak-teriak, paling protes soal bantuan, pimpinannya nangis-nangis segala.”
Yang komentar ini, apa minim kuota untuk mengakses informasi ya. Atau cuma punya kuota medsos?
Dari 3 provinsi itu yang paling parah memang Aceh. Sumut menyusul.
Sumbar paling ringan di antara tiga itu (bukan berarti musibahnya ringan, tapi skalanya beda).
Di Aceh, bencananya bukan satu-dua titik. Terjadi di 18 kabupaten/kota. Korban jiwa ratusan. Pengungsi menyentuh setengah juta lebih. Infrastruktur lumpuh: jalan putus, jembatan ambruk, sekolah, pesantren, rumah sakit rusak. Ada wilayah yang terisolasi, akses bantuan sulit
Ini sudah bukan sekadar banjir musiman. Ini benar-benar krisis kemanusiaan.
Di Sumut, berat juga, tapi lebih terlokalisasi.
Di Sumut, banjir dan longsor juga memakan korban jiwa dan merusak banyak rumah.
Tapi secara umum tidak seluas Aceh.
Tidak sampai melumpuhkan hampir seluruh wilayah provinsi Penanganan masih lebih terkonsentrasi di beberapa daerah tertentu
Tetap di Sumut bencana besar, tapi belum di level Aceh.
Di Sumatera Barat, dampak ada, tapi paling terbatas. Sumbar terdampak hujan ekstrem, banjir, dan longsor juga.
Namun korban dan kerusakan lebih sedikit. Wilayah terdampak lebih sempit. Infrastruktur utama relatif masih berfungsi.
Jujur, saya tidak habis pikir, kog bisa ada yang tega gitu berkomentar tidak elok terhadap saudaranya yang tertimpa musibah. Mau heran, tapi ini nyata.
Kalau tak bisa mengulurkan tangan, tolong jangan menginjak yang sedang jatuh. Bayangkan jika yang tertimbun air tanah itu rumahmu dan harta bendamu. Jika yang hilang itu anak-anak dan keluargamu.
(*)







Komentar