Terkadang kita berpikir kalau seandainya kita hidup di zaman Rasulullah, suasana akan lain. Kita bisa menikmati keberkahan Rasulullah, bisa melihat mukjizat-mukjizat, dan yang paling keren dan bergengsi adalah kita bisa menjadi Sahabat Nabi dan bisa berjihad di bawah panji Rasulullah. Itu harapan normal, “Bagaimana kalau kamu hidup jaman itu, tapi ternyata kamu di barisan Abu Lahab?!”
Sebagian tabi’in pada jamannya juga ada yang berpikiran sama seperti kita, mereka berpikir hidup di jaman Nabi sangat ideal, bahkan ada diantara mereka yang mengatakan kepada sahabat Huzaifah bin Yaman, “Demi Allah kalau kami hidup di jaman Rasulullah, kami tidak akan membiarkan beliau jalan di atas tanah, pasti akan kami gendong kemana-mana”.
Sahabat Huzaifah radhiallah mengatakan, hidup di jaman Nabi sama seperti kehidupan biasa kalian, ada rasa takut, senang, ada yang kaya, ada yang miskin, permasalahan juga banyak, hidup jaman itu bukanlah kehidupan yang ideal dan sempurna.
Sahabat Huzaifah menceritakan kisahnya dalam perang Khandak, kota Madinah dikepung oleh koalisi kafir Quraisy dan suku-suku Arab serta kelompok Yahudi. Ditengah malam yang gelap dan hembusan angin membawa pasir dan debu membuat situasi semakin sulit di tengah ribuan pasukan musuh yang sedang mengepung. Rasulullah saat itu melakukan sholat malam dan berdoa, kemudian menoleh ke kami,
“Siapa yang mau mengecek situasi kemah musuh, dan kalau dia kembali aku berharap Allah memberinya Surga…” begitu kata Rasulullah. Tapi tidak ada satu orangpun yang berdiri. Kemudian Rasulullah berdiri dan melanjutkan sholatnya. Setelah sholat, beliau menoleh lagi ke arah kami,
“Siapa yang mau mengecek situasi kemah musuh, dan kalau dia kembali aku berharap dia akan menjadi kawanku di Surga…” begitu kata Rasulullah. Tapi tidak ada satu orangpun yang berdiri, karena rasa takut, lemah karena lapar, dan kedinginan.
Akhirnya Rasulullah menyebut namaku, “Huzaifah, coba kami cek perkemahan musuh, tapi jangan melakukan apa-apa, terus kamu kembali”. Akupun pergi, angin bertiup sangat kencang, pandangan sangat terbatas, tidak ada api yang hidup karena angin yang kencang, tetapi aku tiba di perkemahan mereka dan duduk bersama mereka. Tiba-tiba Abu Sofyan (Pemimpin Kafir Qurays saat itu) berkata, “Wahai kaum Quraisy, semua coba cek orang disampingnya, jangan sampai kita kecolongan”.
“Akupun memegang tangan orang disampingku dan bertanya kamu siapa, sebelum dia menanyakanku….”. Penyamaran sahabat Huzaifah bin Yaman berhasil dan informasi yang dikumpulkan sangat bagus, sehingga akhirnya perang Khandak berakhir dengan penarikan diri pasukan koalisi kafir.
Kisah itu menunjukkan bahwa mereka hidup seperti kehidupan kita hari ini, ada takut, ada gembira, ada banyak masalah, ada banyak tantangan, and so on. Tapi, di setiap zaman, ada orang yang memilih untuk mewakili perlawanan terhadap ketakutan-ketakutan itu, mereka memilih berkorban untuk sebuah tujuan yang besar, “Innahu lajihaadun…Nashrun aw Istisyhad!”, ini adalah pilihan untuk berjihad, konsekuensinya adalah menang atau syahid! Itu lah motto sang Jubir Abu Ubaidah. Abu Ubaidah adalah salah satu anak umat Islam yang mewakili 2 miliar umat Islam yang takut.
Kalau Abu Ubaidah masih hidup, Allah yubarik fiihi, kalaupun sudah meninggal, Allah yubarik fiih wa yataqabbalhu syahidan…InshaAllah.
(Saief Alemdar)







Komentar