489 Kades Terjerat Korupsi Dalam 6 Bulan, Dulu Sampai Demo Minta Jabatan Diperpanjang

Fenomena korupsi di tingkat pemerintahan desa kembali menjadi sorotan tajam setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) merilis data terbaru yang cukup mencengangkan. Kepala desa, yang seharusnya menjadi ujung tombak pembangunan daerah dan penggerak kesejahteraan warga, justru banyak yang tersandung kasus rasuah. Ironisnya, belum terlalu lama publik masih mengingat bagaimana ratusan kades turun ke jalan menuntut perpanjangan masa jabatan mereka. Ketika demonstrasi itu berlangsung pada awal 2023, mereka menyuarakan keinginan agar masa jabatan yang semula enam tahun diperpanjang menjadi sembilan. Desakan ini kemudian dihargai pemerintah dengan memberi perpanjangan menjadi delapan tahun. Namun kini, hanya dua tahun berselang, angka keterlibatan mereka dalam tindak korupsi melesat drastis.

Pelaksana Tugas Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Sesjamintel) Kejagung RI, Sarjono Turin, memaparkan data yang menimbulkan keprihatinan mendalam. Pada tahun 2023 tercatat 184 perkara korupsi yang melibatkan kepala desa. Angka itu kemudian naik cukup tajam pada 2024 menjadi 275 kasus. Lebih mengejutkan lagi, sepanjang Januari hingga Juni 2025 jumlahnya telah mencapai 489 kasus. Artinya dalam rentang waktu enam bulan saja, jumlah perkara melebihi akumulasi tahun-tahun sebelumnya. Lonjakan ini menyisakan pertanyaan besar apa yang sebenarnya terjadi dalam tata kelola desa?

Banyak pihak menilai peningkatan dana desa yang terus digelontorkan pemerintah pusat mungkin menjadi salah satu faktor yang memicu tindakan korupsi. Tanpa pengawasan ketat dan transparansi, dana yang semula diperuntukkan membangun jalan, irigasi, fasilitas publik, hingga pemberdayaan masyarakat justru rentan diselewengkan. Dalam banyak laporan, penyalahgunaan anggaran meliputi proyek fiktif, mark up biaya pembangunan, hingga penggunaan dana untuk kebutuhan pribadi maupun politik. Desa yang seharusnya menjadi tempat lahirnya perubahan justru terjebak dalam lingkaran kepentingan.

Data tersebut juga memantik perdebatan baru mengenai efektivitas perpanjangan masa jabatan kepala desa. Apakah jabatan yang lebih panjang justru membuat oknum semakin nyaman bermain anggaran? Atau sebenarnya masalahnya berada pada sistem pengawasan yang lemah? Masyarakat kini menantikan langkah serius pemerintah serta aparat hukum untuk memperketat kontrol, memperkuat pendidikan antikorupsi bagi aparatur desa, dan memberikan hukuman tegas bagi pelaku. Sebab bila dibiarkan, bukan tidak mungkin desa yang menjadi fondasi negara justru menjadi titik awal keruntuhan kepercayaan publik.

Angka 489 kasus dalam enam bulan bukan sekadar statistik. Itu adalah alarm keras bagi bangsa. Desa membutuhkan pemimpin yang jujur, bukan mereka yang menggerus harapan warganya demi keuntungan pribadi.

Komentar