Yesika Anak Ketua DPR Bisa Cuan Rp5 M per Bulan dari 41 dapur MBG Miliknya

Isu soal bisnis di balik program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menyeruak. Bukan hanya soal efisiensi anggaran, tetapi juga dugaan adanya jaringan politik yang ikut menikmati keuntungan jumbo dari proyek makan siang nasional itu. Salah satu yang ramai dibicarakan: seorang anak anggota DPRD Sulawesi Selatan yang disebut-sebut menguasai 41 dapur MBG — sebuah skala bisnis yang tak mungkin dicapai tanpa jaringan kuat.

Aromanya Nepotisme?

Model bisnis MBG memang membuka peluang bagi pihak swasta untuk mengelola dapur penyedia makanan. Di atas kertas, ini memberikan kesempatan ekonomi masyarakat. Namun di lapangan, justru yang menguasai banyak titik dapur adalah para pemain besar: kontraktor lama, pengusaha dekat pemerintah, hingga keluarga politisi.

Ketika seorang anak pejabat daerah tiba-tiba bisa mengendalikan puluhan dapur sekaligus, publik wajar bertanya:
apakah ini murni wirausaha, atau fasilitas politik yang bekerja di belakang layar?

Bisnis yang Sangat Menguntungkan

Dari simulasi sederhana, potensi cuan per dapur memang menggiurkan. Rata-rata dapur yang menyajikan 3.000 porsi per hari, dengan perkiraan margin maksimal Rp 2.000 per porsi, menghasilkan:

  • Rp 6 juta keuntungan bersih per hari per dapur
  • Dengan hari kerja Senin–Jumat (±22 hari), totalnya menjadi Rp 132 juta per bulan per dapur

Jika seseorang menguasai 41 dapur, maka hitungan kasarnya tampak luar biasa:

Rincian Cuan 41 Dapur MBG

  • Keuntungan per dapur per bulan: Rp 132.000.000
  • Total dapur dikuasai: 41
  • Total cuan per bulan:
    41 × 132 juta = Rp 5.412.000.000

Artinya, satu keluarga yang berada di lingkaran kekuasaan bisa meraup lebih dari Rp 5,4 miliar per bulan, hanya dari margin MBG — belum termasuk bonus, insentif, atau permainan suplai bahan baku yang sering dianggap “lahan basah”.

Ketika pejabat politik tidak hanya mengatur kebijakan, tetapi juga aktor keluarganya ikut bermain di ruang bisnis negara, maka batas antara pelayanan publik dan rente politik menjadi kabur. Proyek yang harusnya menyehatkan rakyat bisa berujung menyehatkan kantong-kantong elite.

Publik patut bertanya:
apakah MBG benar-benar proyek gizi, atau proyek ekonomi keluarga pejabat?

Karena jika penguasaan 41 dapur saja bisa menghadirkan cuan miliaran per bulan, tak heran program sosial berubah menjadi arena bisnis politik paling basah di daerah.

Komentar