Wartawan Palestina Yang Dibunuh Israel, Maryam Abu Daqa Dianugerahi “Pahlawan Kebebasan Pers Dunia 2025” Oleh Institut Pers Internasional (IPI) di Wina, Austria

International Press Institute (IPI) dan International Media Support (IMS) mengumumkan pada hari Kamis bahwa wartawan fotografer Palestina, mendiang Maryam Abu Daqqa, telah dianugerahi penghargaan Pahlawan Kebebasan Pers Dunia sebagai pengakuan atas keberanian dan ketangguhannya dalam membela kebebasan pers.

Maryam Abu Daqqa tewas dalam serangan Israel di sebuah rumah sakit di Gaza selatan pada bulan Agustus 2025.

Ia dianugerahi penghargaan tersebut bersama enam jurnalis lainnya dari Georgia, Amerika Serikat, Peru, Hong Kong, Ukraina, dan Ethiopia – yang semuanya tetap menjalankan pekerjaan jurnalistik mereka meskipun menghadapi hukuman penjara, penindasan, dan upaya pembungkaman suara mereka, menurut pengumuman penghargaan tersebut.

Penghargaan Pahlawan Kebebasan Pers Dunia diberikan setiap tahun oleh International Press Institute bekerja sama dengan International Media Support, untuk menghormati para jurnalis yang menunjukkan komitmen luar biasa terhadap kebebasan pers.

Upacara penghargaan tahun 2025 berlangsung pada Jumat, 24 Oktober 2025, di Universitas Wina, bersamaan dengan Kongres Dunia IPI dan Festival Inovasi Media.

Scott Griffen, direktur eksekutif IPI, mengatakan: “Dalam rangka memperingati 75 tahun IPI dalam membela kebebasan pers, kami merasa terhormat untuk memberikan penghargaan kepada tujuh jurnalis dari seluruh dunia yang telah memberi Kontribusi yang sangat besar dalam memajukan kebebasan pers dan mempertahankan hak kita atas informasi dengan pengorbanan pribadi yang besar, bahkan beberapa di antaranya rela berkorban nyawa demi pekerjaan mereka. Para penerima penghargaan tahun ini menjadi contoh nyata dari ancaman yang dihadapi jurnalis di seluruh dunia saat otoritarianisme semakin menguat, impunitas merajalela, dan munculnya tantangan baru terhadap kebebasan berekspresi.”

Pernyataan dari IPI dan IMS menyampaikan duka cita atas kematian jurnalis foto Maryam Abu Daqqa, dengan menyatakan bahwa ia “berkali-kali mempertaruhkan nyawanya untuk menunjukkan kepada dunia melalui foto-fotonya kekejaman yang sedang berlangsung di Gaza”.

Ditambahkan pula, “pembunuhannya – yang belum ada yang dimintai pertanggungjawaban – juga menggambarkan kondisi yang semakin berbahaya bagi para jurnalis Gaza, yang menghadapi serangan terarah, pengungsian, dan kelaparan.”

Adhwan al-Ahmari, pemimpin redaksi Independent Arabia, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada IPI atas dedikasi penghargaan tersebut kepada Maryam, dengan mengatakan: “Rekan kami dikenal karena keberanian, integritas, dan dedikasinya terhadap misi jurnalistiknya. Ia menyampaikan kepada dunia gambaran yang jujur ​​tentang penderitaan warga sipil dan kondisi kemanusiaan di salah satu lingkungan yang paling sulit dan berbahaya.”

Dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di Independent Arabia, ia menambahkan bahwa Maryam “adalah teladan seorang jurnalis bebas yang memperlakukan kebenaran sebagai amanah dan misi suci, dan ia membayar harga untuk profesi mulia ini dengan nyawanya. Pesannya akan tetap hidup dalam pekerjaan kami, dan kami akan terus melaporkan kebenaran dan membela kebebasan pers apa pun tantangannya.”

Julie Pace, editor eksekutif Associated Press, mengatakan: “Maryam menghasilkan foto dan video yang memilukan yang merekam kehidupan warga Palestina yang menghadapi tantangan luar biasa, termasuk keluarga yang mengungsi dari rumah dan dokter yang merawat anak-anak yang terluka dan kekurangan gizi.

“Kami tetap berduka atas kematiannya dan terus mencari jawaban untuk memastikan para jurnalis terlindungi saat mereka meliput perang ini.”

Selain Abu Daqqa, penghargaan tersebut juga diberikan secara anumerta kepada Viktoriia Roshchyna, seorang jurnalis Ukraina yang meninggal dalam tahanan Rusia pada 19 September 2024.

Para penerima penghargaan tahun ini juga termasuk Mzia Amaghlobeli dari Georgia, Martin Baron dari Amerika Serikat, Gustavo Gorriti dari Peru, Jimmy Lai dari Hong Kong, dan Tsefalem Waldyes dari Ethiopia.

Komentar