Undang Rocky Gerung Diskusi, Tim Reformasi Polri Mulai Jalan
Oleh: Erizal
- Polri jalan terus dengan Tim Transformasi Reformasi Polri yang sudah dibentuk. Kemarin (Senin, 29 September 2025), Polri mengadakan diskusi dengan tema Penyampaian Pendapat di Muka Umum Hak dan Kewajiban, Tindakan Anarkistis Menjadi Tanggung Jawab Hukum, dengan menghadirkan Usman Hamid, Frans Magnis Suseno, Rocky Gerung, dan lain-lain.
- Polri seperti ingin menjawab keraguan publik bahwa mereka serius, tidak main-main, apalagi dianggap menandingi Tim Reformasi Polri, yang akan dibentuk Presiden. Polri ingin melakukan Reformasi terhadap dirinya sendiri. Bukan jeruk makan jeruk atau lips service belaka. Begitulah kira-kira.
- Semua nara sumber menyampaikan apa yang dirasakan selama ini terhadap Polri. Rocky Gerung tanpa basa-basi menghantam kelemahan Polri yang paling esensial. Persepsi yang buruk terhadap Polri disebabkan banyaknya kasus sensitif yang tak terjawab. Secara spesifik Rocky Gerung menyebut kasus Fufufafa dan ijazah palsu yang tidak jelas sampai sekarang. Alasan ketidakpercayaan publik terhadap Polri justru berasal dari tindak-tanduk Polri itu sendiri. Padahal, dalam negara demokrasi, Polri yang baik itu sangat dibutuhkan. Polri yang buruk sekalipun masih lebih baik daripada ketiadaan Polri dalam suatu negara, kata Mahfud MD suatu ketika.
- Sebagai sebuah usaha, acara diskusi yang diadakan Polri melibatkan aktivis civil society yang konsen terhadap Kepolisian selama ini layak diapresiasi. Tapi itu saja tentu tidak cukup. Diskusi itu tidak bisa dijadikan alasan mempercayai Tim Transformasi Reformasi Polri yang sudah dibentuk. Apalagi mempercayai bahwa Polri sudah berubah dan serius melakukan Reformasi terhadap institusinya sendiri. Mau mendengarkan kritikan secara langsung, bahkan mau serius mencatat kritikan yang paling pedas sekalipun, tentu itu lebih baik daripada tak mau mendengarkan, apalagi menganggap kritikan ancaman yang harus dihentikan, bahkan dimatikan.
- Masalah Polri itu tidak hanya soal ketertutupan institusi Polri, mau berdiskusi atau mendengarkan aktivis civil society, tapi jauh lebih dalam dari itu. Yakni, budaya koruptif dalam segala aspeknya dan mentalitas pelayanan, pengayoman, perlindungan, yang nyaris tidak ada. Bayar, bayar, bayar, itu satu. Hilang ayam dilaporkan ke Polisi, maka yang hilang berubah sapi, itu dua. Polisi tidur saja mengganggu, apalagi Polisi bangun, itu tiga. Yang salah bisa jadi benar, dan benar bisa jadi salah, itu empat. Dan masih banyak lagi. Bagaimana bisa Reformasi Polri diselesaikan hanya dengan mengundang Rocky Gerung, Usman Hamid, Romo Magnis, dan lainnya?
- Bukan tak ada usaha Polri untuk mengubah citra buruknya, tapi usaha itu tertutup sendiri oleh citra buruk yang dibuatnya. Setiap Kapolri disampaikan selalu memiliki slogan terbaik untuk menutupi citra buruknya. Tapi slogan tinggallah slogan. Termasuk, diskusi terbuka yang diadakan Polri kemarin dengan menghadirkan orang yang selama ini kritis terhadap Polri. Diskusi hanya sekadar menjawab keraguan sesaat, setelah itu kembali lagi seperti semula, tak ada gunanya. Apalagi dalam situasi seperti saat ini, di mana realitas dan drama itu sulit dibedakan. Kasarnya, ini agenda presiden baru atau justru agenda presiden lama. Politik kita sedang diaduk-aduk tak karuan.
- Presiden Prabowo memang tak terlihat buru-buru membentuk Tim Reformasi Polri. Sudah diangkat Penasihat Khusus Presiden soal Reformasi Polri, Ahmad Dhofiri, tapi belum jelas nasihatnya mau ke mana. Anggota Tim Reformasinya sudah sempat digadang-gadang, yakni Mahfud MD, Jimly Asshiddiqie, termasuk Yusril Ihza Mahendra, tapi Tim itu sendiri belum diputuskan. Justru Polri yang terlihat buru-buru sampai membuat Tim Reformasi Polri segala. Tak salah kalau orang mencurigai itu sebagai Tim Tandingan, atau malah sabotase langsung dari Kapolri, meski itu dibantah justru sebaliknya, yakni untuk mempercepat.
- Memang agak aneh Polri membentuk Tim Reformasi Polri sendiri. Padahal sudah tahu bahwa Presiden bakal membentuk Tim Reformasi Polri di luar Polri. Semua orang tahu Polri itu tak ubahnya seperti militer yang menerapkan sistem komando. Kapolri itu sendiri sudah cukup secara institusi, tak perlu lagi Tim Reformasi di institusi Polri. Kapolri seperti ingin lepas tanggung jawab dengan adanya Tim Reformasi Polri itu. Mirip seperti pengakuan Kapolri bahwa ia ingin mundur, tapi meminta masukan dari anak buahnya dan anak buahnya menolak, dia mundur. Padahal mundur itu sikap batin personal yang luhur, bukan sikap anak buah yang juga takut kehilangan jabatannya, kalau ia mundur.
- Presiden Prabowo pastilah tidak kosong dengan pemikiran soal Reformasi Polri ini. Berkali-kali Presiden Prabowo mengatakan pentingnya TNI dan Polri dalam satu hirupan nafas bagi semua negara maju. Kegagalan dan keberhasilan sebuah negara tergantung dari keberhasilan atau kegagalan dari TNI dan Polri di negara itu. Profesionalitas TNI dan Polri bukan untuk kepentingan Presiden, tapi untuk kepentingan negara. Bersama Tim Reformasi Polri yang akan dibentuk Presiden, Polri harus dikembalikan pada jalurnya yang sudah melenceng selama ini, terutama keterlibatan dalam politik praktis. Bukan tugas mudah, karena tantangan pertama justru akan datang dari dalam, bukan dari luar. Yang terjadi selama ini terlalu jauh dan dalam.







Komentar