Umar bin Abdul Aziz dan Pajak
✍️Ustadz Yendri Junaidi
Para ulama dan sejarawan sepakat bahwa mujaddid (pembaharu) pertama dalam sejarah Islam adalah Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah dari Bani Umayyah.
Pertanyaannya, pembaharuan apa yang ia lakukan sehingga ia disebut sebagai mujaddid? Bukankah di masa itu masih banyak para sahabat yang hidup? Bukankah tokoh-tokoh dari kalangan tabi’in banya yang hebat-hebat dan tersebar dimana-mana?
Menarik mengikuti ulasan Abul Hasan an-Nadwi dalam bukunya Rijal al-Fikr wa ad-Dakwah fil Islam. Ia menyebut bahwa yang membuat Umar bin Abdul Aziz begitu istimewa bukan karena kezuhudannya. Bukan juga karena gaya hidup sederhana yang dilakoninya setelah dibai’at sebagai khalifah.
Kalau hanya sekedar zuhud dan hidup sederhana, banyak tokoh sahabat dan tabi’in di masa itu yang jauh lebih unggul.
Yang membuatnya istimewa adalah caranya memandang kekuasaan (kekhilafahan); cara yang berbeda dengan khalifah-khalifah Bani Umayyah sebelumnya.
Caranya memandang kekuasaan tak berbeda dengan cara Rasulullah Saw dan para Khulafa` Rasyidin memandang kekuasaan. Karena itulah ia dijuluki sebagai Khalifah Rasyid yang kelima.
Bagaimana para Khalifah sebelumnya memandang kekuasaan? Kekuasaan dipandang sebagai alat untuk mengumpulkan harta (pajak) dari masyarakat lalu digunakan untuk kepentingan negara; baik dengan cara yang sah maupun tidak sah.
فقد كانت الحكومة في عهده مقصورة على جباية الأموال وإنفاقها في مصالح الدولة ، لا صلة لها بأخلاق الجمهور وعقائده وأخلاق الناس
Mental ‘kolektor pajak’ ini sudah mengakar pada sebagian pegawai negara. Mereka adalah pegawai-pegawai periode sebelum Umar dilantik menjadi khalifah.
Pernah mereka mengeluhkan pada Umar defisit anggaran disebabkan ahli dzimmah (Yahudi dan Nasrani) banyak yang masuk Islam. Akibatnya, jizyah (pajak) yang dulu mereka bayar ketika masih jadi ahlu dzimmah otomatis dihapus setelah mereka masuk Islam. Hal ini berdampak pada kas dan pemasukan negara.
Menerima pengaduan ini, Umar bin Abdul Aziz memberikan jawaban yang diabadikan oleh sejarah:
إن الله جل ثناءه بعث محمدا صلى الله عليه وسلم داعيا إلى الإسلام ولم يبعثه جابيا
“Sesungguhnya Allah Swt mengutus Muhammad Saw sebagai da’i (mengajak pada Islam), dan tidak mengutusnya sebagai jabi (pemungut pajak).”
Karena itu ia menghapuskan al-muks (upeti) yang merupakan sumber pendapatan besar bagi negara. Ia berkata:
وأما المكس فإنه البخس الذي نهى الله عنه فقال: (ولا تبخسوا الناس أشياءهم ولا تعثوا في الأرض مفسدين) غير أنهم كنوه باسم آخر
“Upeti itu sesungguhnya adalah bakhs (kezaliman, mengambil hak orang) yang dilarang oleh Allah Swt dalam firman-Nya: “Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan mengambil hak-haknya dan janganlah membuat kerusakan di muka bumi.” Hanya saja mereka menamakannya dengan nama yang berbeda.”
Bahkan ia juga menghapuskan dharibah (pajak) yang diwajibkan oleh pemerintah sebelumnya terhadap masyarakat. Meskipun dharibah itu sendiri adalah halal (terlepas dari perbedaan pendapat para ulama), berbeda dengan al-muks yang jelas-jelas haram, namun Umar bin Abdul Aziz tetap menghapuskannya.
Ia berkata:
فأما المسلمون فإنما عليهم صدقات أموالهم ، إذا أدوها في بيت المال كتبت لهم بها البراءة فليس عليهم في عامهم ذلك في أموالهم تباعة
“Adapun kaum muslimin, yang wajib terhadap mereka hanyalah zakat. Kalau itu sudah mereka serahkan ke baitul mal berarti harta mereka bebas dari berbagai kewajiban yang lain.”
Ia juga melarang para pegawai negara untuk berbisnis. Karena kalau mereka berbisnis, tentu akan terjadi dominasi, nepotisme, dan hal-hal lain yang merugikan masyarakat, baik disadari maupun tidak.
ونرى أن لا يتجر إمام ولا يحل لعامل تجارة في سلطانه الذي هو عليه فإن الأمير متى يتجر ليستأثر ويصيب أمورا فيها عنت وإن حرص على ألا يفعل
Ternyata, pembaharuan di bidang pengelolaan negara inilah yang membuat beliau dinobatkan sebagai mujaddid pertama dalam Islam. Disamping tentunya berbagai pembaharuan dan gebrakan-gebrakan lain yang sampai saat ini masih kita rasakan manfaatnya.
رحم الله الخليفة العادل ورضي عنه وألهم حكامنا اليوم الاقتداء به وبسيرته ، آمين
[YJ]







Komentar