Haji Abdul Ghaffur alias Snouck Hurgronje, Penjinak Umat Islam Jawi
✍️Ni’mat Al Azizi
Berakhirnya Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, menandai berakhirnya pula tatanan lama Jawa. Perang besar tersebut menjadi titik balik yang merubah wajah Jawa sampai saat ini. Dari tatanan politik, sosial, budaya dan pendidikan, semuanya ikut berubah .
Setelah Perang Jawa , sistem pendidikan orang Jawa mengalami perubahan besar. Ini yang sekaligus menandai berakhirnya tatanan lama Jawa dan munculnya dominasi kolonial Belanda. Perubahan ini tidak hanya menyangkut struktur pendidikan, tapi juga tujuan dan isi pendidikan yang mulai diarahkan sesuai kepentingan kolonial.
Hal pertama yang dilakukan oleh Belanda adalah memutus keraton dengan dunia pendidikan tradisionalnya yaitu pesantren. Belanda kemudian melakukan pembaratan di lingkungan keraton. Gaya hidup barat mulai diberlakukan, tidak ketinggalan adalah memutus Islam dari sejarah orang Jawa. Sejak saat itulah, hal-hal yang berkaitan dengan Jawa selalu dikaitkan dengan Majapahitisme. Kajian terkait Jawa tidak melalui Walisongo (periode Islam).
Jadi ketika orang Jawa ingin mengenal sejarahnya sendiri, mereka diarahkan langsung kepada Jawa Pra-Islam, jadi langsung lompat tanpa melalui Walisongo. Artinya, sejarah Islam, dalam hal ini peran Walisongo mulai dinihilkan. Kajian-kajian terkait Jawa tidak boleh dikaitkan dengan Islam. Peran Islam benar-benar mulai dikerdilkan oleh pihak kolonial.
Setelah itu, muncullah ajaran Teosofi, yang mengenalkan paham-paham barat. Misalnya paham atau konsep pluralism agama, bahwa semua agama itu sama, yang penting tetap menyembah Yang Satu. Inilah yang dianut oleh orang-orang yang sangat anti dengan Islam tapi nguri-nguri kebudayaan Jawa. Inilah akar dari munculnya kelompok yang sering disebut sebagai kaum Rahayu. Mereka memang sangat peduli dengan kebudayaan Jawa tapi karena benci dengan Islam, mereka enggan melihat Islam yang telah menubuh dalam kebudayaan Jawa.
Kemudian bagaimana nasib pesantren beserta kyai dan ulamanya? Pasca Perang Jawa, pesantren diawasi sangat ketat karena dicurigai dan dianggap sebagai sarang pemberontakan. Para Kyai dan ulama yang terbukti terlibat dan berada di pihak Pangeran Diponegoro ditangkap atau diasingkan.
Mendapati kondisi yang tidak kondusif, banyak para ulama yang akhirnya hijrah ke Hijaz khususnya kota Mekkah dan Madinah. Kalangan santri belajar langsung ke pusat dunia Islam. Ini juga didorong oleh keberadaan para ulama Jawi yang bermukim dan mengajar di Masjidil Haram. Mereka mempunyai pengaruh besar dikalangan sesama orang Jawi dan mempengaruhi generasi berikutnya melalui pengikut dan karya-karyanya.
Nama pertama yang wajib disebut adalah Nawawi al Bantani, yang oleh Snouck Hurgronje disebut sebagai orang Jawi yang paling alim dan rendah hati sekaligus ulama yang paling produktif. Nama kedua tentu adalah muridnya, yaitu Ahmad Khatib al Minangkabawi. Ulama yang dijuluki sebagai bapak reformasi Islam di Nusantara. Nama ketiga adalah Kyai Mahfuzh Termas, beliau adalah guru yang sangat dihormati oleh para Kyai pendiri NU.
Namun, progresifitas umat Islam khususnya terhadap perlawanan mereka dalam melawan penjajahan tidaklah surut. Walaupun dalam skala yang lebih kecil dan sporadis. Tapi tentu saja, itu membuat Pemerintah Kolonial Belanda merasa gerah.
Disaat kebingungan yang menimpa pemerintah kolonial dalam menghadapi Umat Islam, hadirlah seorang jenius yang berhasil menjinakkan umat Islam. Dia lah Snouck Hurgronje, yang menganggap bahwa pemerintah kolonial Belanda serampangan dalam mengatasi Islam. Dan ini berakibat gagalnya menjinakkan Islam dan tidak pernah mendapatkan hasil secara gemilang.
Baru ketika Snouck datang tahun 1889, kebijakan kolonial dalam menangani Islam bisa dibilang punya alur yang jelas. Ia mengeluarkan ide yang disebut sebagai Islam Politiek. Yaitu:
(1) Terhadap dogma dan perintah hukum yang murni agama, hendaknya pemerintah bersikap netral.
(2) Masalah perkawinan dan pembagian warisan dalam Islam, menuntut perhormatan.
(3) Tiada satu pun bentuk Pan-Islamisme boleh diterima oleh kekuatan Eropa. (H Aqib Suminto 1985).
Snoucke menekankan agar pemerintah kolonial Belanda serius untuk mengusahakan agar umat Islam memisahkan Islam dari segi sosial kemasyarakatan dan politik. Dalam hal ibadah mahdhoh, seperti sholat dan puasa pemerintah kolonial Belanda harus memberikan kemerdekaan penuh kepada umat Islam, sepanjang tidak mengganggu keamanan dan ketertiban.
Dalam hal urusan sosial kemasyarakatan, pemerintah kolonial harus berusaha agar pribumi bisa menyesuaikan diri dengan kebudayaan Belanda, atau yang dipahami sebagai politik asosiasi. Dengan cara ini diharapkan akan mengikis perbedaan yang sering dijumpai dalam aspek politik dan sosial karena kepercayaan agama yang berbeda. Lebih jauh, dengan politik asosiasi ini, lama-kelamaan akan menghilangkan cita-cita Pan-Islamisme dari segala kekuatannya.
Dalam bidang politik, pemerintah kolonial wajib mencegah setiap usaha yang membawa penduduk jajahan pada fanatisme dan Pan-Islamisme (kesatuan Islam). Ide Pan-Islamisme yang diartikan sebagai gerakan menyatukan umat Islam di luar batas-batas kenegaraan dan kebangsaan, harus dicegah penyebarannya. Snouck meminta pemerintah kolonial melakukan kontrol ketat terhadap penyebaran gagasan apa pun yang dapat membangkitkan semangat perlawanan maupun agitasi untuk menentang pemerintah kolonial.
Dan skema yang lebih besar dari kebijakan kolonial Belanda dalam menangani Islam, menurut Benda (1980), sekaligus sebagai inti proyek kolonialisme Snouck, yaitu “Indonesia… haruslah melangkah ke arah dunia modern.” Indonesia modern yang dimaksud, “tidaklah dapat menjadi Indonesia Islam dan bukanlah pula Indonesia yang diperintah oleh adat, maka haruslah menjadi Indonesia yang diper-Barat (Westernized Indonesia).” (langgar,co)
Apa yang diharapkan oleh Snouck, ternyata hasilnya masih bisa kita lihat sampai saat ini. Bukan hanya ide Pan-Islamisme yang semakin kabur dan memudar, Islam politik pun semakin tersisih, dan sebaliknya, politik sekuler menjadi arus utama dan penentu tunggal arah kebijakan negeri ini. Berkat usaha dan kerja keras mbah Snoucke-lah corak umat Islam negeri ini berhasil dibentuk dan diatur sesuai dengan arahan pemerintah kolonial Belanda.
Wallohua’lam bis Showab….






Komentar