SANGGAHAN UNTUK TULISAN DENNY JA “MENDENGAR 9 POINTS REKTOR UGM DAN KISAH POLITIK IJAZAH JOKOWI”
Oleh: Hanif Nurcholis (Pengajar Filsafat Ilmu & Logika/Mantiq)
Tulisan DENNY JA bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World
https://www.facebook.com/share/p/17oGdKvAu2/?mibextid=wwXIfr
SANGGAHAN 1
Klaim Denny:
UGM menerima mahasiswa bernama Jokowi — bukti koran Kedaulatan Rakyat.
Sanggahan:
Kutipan Rektor hanya menunjukkan nama di pengumuman, bukan bukti proses kuliah berlangsung normal.
Dokumen koran bukan bukti keaslian ijazah.
Denny memakai teknik retorik bandwagon, seakan karena ada di koran maka final.
Dalam burhān/appodeixis:
Kita butuh premis niscaya, bukan sekadar pemberitaan media.
SANGGAHAN 2
Klaim Denny:
Registrasi dilakukan sebagaimana mestinya, ada buku induk.
Sanggahan:
Buku induk dapat diverifikasi—tetapi tidak dibuka untuk publik.
Rektor hanya memberi klaim, bukan akses data.
Denny tidak menuntut transparansi → justru langsung mengonversi klaim menjadi “bukti”.
Ini logical fallacy: appeal to authority.
Dalam burhān, otoritas bukan premis.
SANGGAHAN 3
Klaim Denny:
Jokowi kuliah normal dengan dosen pembimbing.
Sanggahan:
Lagi-lagi klaim tanpa data.
Tidak ada jadwal kuliah, absensi, nilai semester, laporan pembimbing.
Semua hanya deklarasi verbal yang belum diverifikasi independen.
Denny tidak menguji klaim → ia mengafirmasi secara retorik.
SANGGAHAN 4
Klaim Denny:
Jokowi menyelesaikan evaluasi sarjana muda tahun 1983.
Sanggahan:
Dokumen akademik seperti KHS dan arsip semester tidak dibuka.
Denny sama sekali tidak membahas anomalinya, hanya menarasikannya dengan metafora.
Ini persis al-khaṭābah, bukan al-burhān.
SANGGAHAN 5
Klaim Denny:
Skripsi dibimbing Ahmad Sumitro / Soemitro.
Sanggahan:
Perbedaan ejaan bukan inti masalah.
Masalahnya: skripsi tidak bisa ditunjukkan.
Denny malah “mengglorifikasi” ejaan sebagai pembuktian.
Ini red herring fallacy → mengalihkan isu.
SANGGAHAN 6
Klaim Denny:
Jokowi lulus 23 Oktober 1985 dengan IP di atas 2,5.
Sanggahan:
Kapan pun universitas bisa mengeluarkan surat keterangan nilai.
Mengapa selama 10 tahun terakhir tidak dibuka saja KHS asli?
Denny seharusnya menuntut transparansi, bukan menutupi dengan narasi psikologis.
SANGGAHAN 7
Klaim Denny:
Jokowi sudah menerima ijazah asli; publik tidak berhak meminta.
Sanggahan:
Presiden RI bukan warga biasa—dia jabatan publik.
Dokumen ijazah pejabat publik bukan privasi, tetapi bagian dari akuntabilitas.
Denny sengaja mengalihkan isu validasi dokumen menjadi isu etika privasi.
Ini manipulasi retorik → equivocation fallacy.
SANGGAHAN 8
Klaim Denny:
Foto kacamata hitam bukan masalah; UGM punya contoh lain.
Sanggahan:
Masalah bukan “kacamata”, tetapi kualitas dokumen, tanda tangan, format, ketidaksinkronan metadata, dan fitur-fitur teknis lain.
Denny memperkecil isu teknis menjadi sekadar “foto”.
Ini straw man fallacy → menyerang masalah yang disederhanakan.
SANGGAHAN 9
Klaim Denny:
UGM tidak membela siapapun, hanya memberi klarifikasi.
Sanggahan:
Rektor adalah pejabat di bawah negara—potensi konflik kepentingan jelas.
Klarifikasi tanpa bukti fisik tidak memenuhi standar verifikasi ilmiah.
Denny menggunakan pernyataan administratif sebagai burhān, padahal tidak.
Sanggahan Terhadap Analisis “Psikologi Publik” Denny
Setelah 9 poin, Denny memanjangkan esai dengan psikologi sosial:
“manusia penuh kecemasan… trust society… identitas… rumor…”
Ini semua narasi, bukan data.
Dalam mantiq:
al-khaṭābah = membujuk perasaan
al-burhān = membuktikan kebenaran
Denny memilih jalur pertama.
Ia memakai lima teknik retorik:
- Pathos → menggugah emosi (kabut, belahan kayu)
- Transfer → meminjam otoritas universitas
- Simplifikasi → masalah dokumen jadi masalah psikologi
- Displacement → kesalahan institusi dibebankan ke publik
- Victim-blaming → publik dianggap cemas, bukan kritis
Ini bukan filsafat ilmu.
Ini propaganda retoris.
Kunci Sanggahan:
👉Denny Mengganti Bukti dengan Cerita
Masalah ijazah adalah masalah dokumen, bukan psikologi massa.
Untuk menyelesaikan isu ini, metode ilmiah meminta:
- dokumen asli
- metadata
- arsip nilai
- bukti pembimbingan
- verifikasi independen
Tetapi Denny:
- tidak meminta dokumen
- tidak menguji data
- tidak mengkritisi anomali
- hanya menulis literatur sosial yang dibungkus metafora
Ini bukan analisis.
Ini retorika puitik untuk menutup ruang kritik.
Jika Menggunakan Metode Ilmiah, Masalah Selesai
Dalam tradisi Aristoteles dan Al-Fārābī:
- premis harus benar
- bukti harus dibuka
- klaim harus bisa diverifikasi
- otoritas tidak bisa menggantikan data
Tulisan Denny gagal memenuhi empat syarat itu.
Karena itu, tulisan tersebut tidak layak disebut analisis, tetapi:
“retorika politis berbalut akademik.”
Isu ijazah bukan perang antara “publik cemas” melawan “kampus rasional.”
Ini perang antara:
verifikasi dokumen
versus
retorika tanpa bukti
Dan tulisan Denny JA memilih berdiri di kubu kedua (retorika tanpa bukti).
(*)







Komentar