Purbaya Ungkap UU Ciptaker Justru Bikin Penerimaan Negara Boncos Rp 25 Triliun

Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkap kerugian akibat perubahan status batu bara dari non-barang kena pajak (non-BKP) menjadi barang kena pajak (BKP) dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Menurutya, status tersebut menjadi penyebab banyaknya pengajuan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dari pengusaha tambang batu bara, yang kemudian menggerus penerimaan negara.

“(Restitusi) Itu sekitar Rp25 triliun per tahun. Kalau dihitung dengan cost-nya segala macam, walaupun mereka ada cost jadi digelembungin segala macam, net income (pendapatan bersih) kita dari industri batu bata bukannya positif. Malah, dengan pajak segala macam, jadi negatif,” ujar Purbaya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (8/12/2025).

Sebagai informasi, UU Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020) disahkan DPR pada 5 Oktober 2020 dan ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020.


“Jadi, undang-undang itu seperti pemerintah memberikan subsidi ke industri yang Untungnya sudah banyak. Jadi, balik ke Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33, akibatnya kita tidak menyejahterakan masyarakat malah pengusaha batu bara saja yang untungnya lebih banyak. Makanya, kenapa pajak saya tahun ini turun, karena restitusinya cukup besar,” jelas Purbaya.

Atas dasar inilah pemerintah memutuskan untuk menetapkan bea keluar atas ekspor produk batu bara mulai awal 2026. Dalam rancangan aturan yang sudah disiapkan Kementerian Keuangan, tarif yang akan berlaku berada di kisaran 1-5 persen.

“Setelah kita membahas usulan bea keluar untuk batu bara sebagai instrumen untuk menjaga ketahanan energi dan penerimaan negara, penting untuk memastikan bahwa kebijakan ini berjalan efektif melalui pengawasan yang kuat di lapangan,” tegas Purbaya.

(Sumber: Tirto)

Komentar