Prabowo Diduga Punya Ribuan Hektar Lahan Sawit di Aceh, Tuai Kritik Tajam: “Kami Kebagian Duitnya Enggak, Ikut Tenggelam iya”

Kepemilikan lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang terafiliasi dengan Presiden Prabowo Subianto di Aceh Tengah kembali menjadi sorotan tajam di tengah serangkaian bencana banjir dan longsor yang melanda wilayah Pulau Sumatera.

Bencana tersebut sebagaimana terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional secara spesifik menuding banjir besar di Aceh, khususnya di Aceh Tengah terjadi di wilayah yang di dalamnya terdapat salah satu konsesi HTI milik PT Tusam Hutani Lestari (PT THL), perusahaan yang diakui Prabowo kepemilikannya.

JATAM melalui akun X-nya menyebut bahwa bencana yang melumpuhkan sebagian wilayah Aceh—mencakup Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireuen, dan Aceh Utara—beririsan dengan wilayah kerja PT THL.

PT THL diketahui memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) seluas 97.300 hektar berdasarkan SK.556/KptsII/1997, yang izinnya berlaku hingga Mei 2035.

Konsesi HTI ini diizinkan untuk penanaman jenis pohon pinus dan ekaliptus, yang bahan bakunya ditujukan untuk PT Kertas Kraft Aceh (KKA).

Meskipun JATAM menyorot luas 97.300 hektar, data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Aceh pada saat itu mencatat luas area konsesi di Aceh Tengah dan Bener Meriah adalah 93.000 hektar.

Pengakuan Pilpres 2019: HGU Milik Negara

Isu kepemilikan lahan Prabowo ini bukan hal baru.

Pada Debat Calon Presiden 2019, rival Prabowo saat itu, Joko Widodo atau Jokowi, secara terbuka menyinggung aset lahan yang dikelola Prabowo: 220 ribu hektar di Kalimantan Timur dan 120 ribu hektar di Aceh Tengah.

Prabowo mengakui kepemilikan tersebut, namun ia mengklarifikasi bahwa status hukum lahan tersebut hanyalah Hak Guna Usaha (HGU), yang secara prinsip adalah milik negara.

“Itu benar, tapi itu HGU (hak guna usaha), itu milik negara,” ujar Prabowo saat debat di Hotel Sultan, Jakarta, 17 Februari 2019.

Prabowo menyatakan kesediaannya untuk mengembalikan seluruh lahan tersebut jika negara memintanya sewaktu-waktu.

Ia juga berdalih bahwa pengelolaannya dilakukan agar lahan tersebut tidak jatuh ke tangan pihak asing, menegaskan posisinya sebagai nasionalis dan patriot.

Dinas LHK Aceh saat itu, melalui Kepala Dinas Syahrial, membenarkan bahwa Prabowo mengakuisisi PT THL dari pembelian saham pengusaha Bob Hasan melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pascakrisis moneter 1997-1998.

Nama Prabowo Tak Muncul, Mantan Menteri Jadi Direktur Utama

Menariknya, meskipun secara terbuka Prabowo mengakui kepemilikan lahan HTI melalui PT THL pada 2019, namanya tidak tercantum dalam susunan Dewan Komisaris maupun Direksi PT THL per edisi 2024.

Berdasarkan profil perusahaan PT THL tahun 2024:

Komisaris Utama: Sukasno
Komisaris: Suhary Zainuddin Basyariah
Direktur Utama: Edhy Prabowo
Direktur Operasional: Sofyan Alparis
Direktur Keuangan: Muhammad Harrifar Syafar

Susunan ini menyorot nama Edhy Prabowo, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan dari Partai Gerindra pada era Presiden Jokowi.

Edhy Prabowo adalah terpidana kasus suap terkait izin ekspor benih lobster. Edhy divonis 5 tahun penjara dan bebas bersyarat pada Agustus 2023.

Keberadaannya sebagai Direktur Utama di PT THL menguatkan keterkaitan perusahaan ini dengan jaringan politik dan bisnis di sekitar Prabowo Subianto.

Konten kreator gerakan #LawanButaPolitik, Virdian Aurellio, melontarkan kritik tajam terhadap pemerintah terkait penanganan bencana banjir dan longsor di Sumatra.

Bahkan kritik juga diungkapkan Virdian kepada Presiden Prabowo Subianto, yang dulu pernah menyatakan tidak percaya deforestasi akan menimbulkan bencana, karena pengganti hutan adalah kebun sawit yang juga sama-sama pohon.

Karenanya menurut Virdian respons negara yang lambat, tidak transparan, dan gagal menunjukkan kepemimpinan moral, wajar terjadi akibat sikap pemimpinnya.

Dalam acara dialog Bola Liar yang tayang di Kompas TV, Jumat (5/12/2025) Virdian menyatakan generasinya berhak marah kepada generasi tua.

Karena merasa akan menanggung seluruh dampak kerusakan lingkungan yang diwariskan para elite atau generasi tua hari ini.

“Saya pribadi sudah enggak percaya bahwa negara hari ini bisa mengatasi berbagai permasalahan lingkungan. Saya rasa generasi muda seperti saya dan teman-teman di sini marah. Marah semua sama negara dan juga seluruh generasi tua,” katanya.

“Karena suatu hari mereka semua yang sekarang menikmati uang-uang tambang, sawit, deforestasi, di 2050 Indonesia tenggelam, kita yang tenggelam. Mereka sudah enggak ada, sudah mati,” kata Virdian.

Jadi menurutnya, generasi muda layak marah hari ini.

“Kami hidup masih lama kebagian duitnya enggak, ikut tenggelam, iya,” tegasnya.

[VIDEO]

Komentar