Pada dasarnya, pemisahan kekuasaan menjadi Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, tidak dikenal dalam tradisi Pemerintahan Islam di masa lalu

✍️Ustadz Muhammad Abduh Negara

Pada dasarnya, pemisahan kekuasaan menjadi eksekutif, legislatif, dan yudikatif, tidak dikenal dalam tradisi pemerintahan Islam di masa lalu.

Hanya saja, apakah berarti ia menyelisihi Islam? Tidak sesederhana itu.

“Tidak dikenal dalam tradisi pemerintahan Islam”, atau bahkan, “tidak dikenal dalam fiqih Islam klasik”, tidak otomatis membuatnya tertolak, karena sejak awal fiqih Islam itu memang menerima perkembangan dan pembaruan, selama tidak menabrak nash dan prinsip Islam yang muhkam nan qath’i, lebih-lebih dalam aspek siyasah syar’iyyah, yang banyak dilandasi oleh pertimbangan mashlahah dan mafsadah.

Karena itu, pembagian kekuasaan, pembatasan masa kekuasaan, dan semisalnya, masuk dalam ranah mutaghayyirat, yang boleh dan niscaya mengalami perkembangan dan perubahan.

Namun, bukan berarti keberadaan parlemen di berbagai negara muslim saat ini sepenuhnya selaras dengan syariah. Karena, meski dalam banyak aspek ia mutaghayyirat, tapi jangan lupakan ada juga aspek yang sifatnya tsawabit dan qath’iyyat, yaitu dijadikannya syariat Islam sebagai asas dalam perundang-undangan.

Jadi, selama parlemen belum menjadikan syariah sebagai asas dalam membuat aturan perundang-undangan, atau hanya menjadikan syariah sebagai salah satu pertimbangan sebagaimana nilai-nilai lainnya dan memposisikan nilai-nilai tersebut setara dengan syariah, maka keberadaan parlemen semacam ini belum selaras dengan syariah.

Sebagaimana maklum, semua hal yang belum selaras dengan syariah, perlu dilakukan ishlah (perbaikan) terhadapnya, agar selaras dengan syariah.

Hal ini juga yang dipahami sejak awal oleh para tokoh Islamis sejak pra hingga pasca kemerdekaan negeri ini, karena itu perjuangan menjadikan Islam dan syariahnya sebagai asas, tak pernah berhenti. Yang berubah, hanya wasilah dan teknis untuk mewujudkannya, mempertimbangkan situasi dan kondisi, serta memperhatikan sisi maslahat dan mafsadat untuk dakwah Islam dan umat Islam.

Ishlah wajib dilakukan. Namun caranya, perlu ‘ijtihad’ di setiap orde, era, dan masa, agar dakwah Islam terus maju ke depan, dan bukan mundur ke belakang.

(*)

Komentar