MAU GACOR MALAH TEKOR

MAU GACOR MALAH TEKOR

Catatan Agustinus Edy Kristianto

  • Pada status 20 Oktober 2025, saya menulis desas-desus penyelesaian skandal investasi Telkom/Telkomsel di GOTO secara “luar biasa”.
  • Caranya, Pemerintah—melalui Danantara (yang secara strategis mengkoordinasi BUMN seperti Telkom)—disebut “diperintahkan” menekan pihak GOTO.
  • Tujuannya: GOTO harus membeli kembali—melalui transaksi di luar bursa—seluruh saham GOTO milik Telkom pada harga setidaknya setara harga beli, yaitu total Rp6,4 triliun, setara Rp270/lembar, sebanyak 23,7 miliar lembar).
  • Jika Grup GOTO menolak, jerat hukum menanti.

Saya singgung rumor seorang petinggi GOTO yang sadar dirinya ditarget hukum, dan istrinya sampai sedih dan menangis terus di gereja.

Edisi pekan ini (10/11/2025), Majalah Tempo turun dengan laporan utama berjudul “Mau Gacor Malah Bocor”.

Redaksi Tempo tampaknya memperoleh dokumen penelaahan kasus GOTO di Kejaksaan Agung (Kejagung) tahun 2023. Intinya, dokumen tersebut merekomendasikan dilakukannya penyelidikan korupsi kasus GOTO.

Laporan tersebut juga memaparkan jejaring afiliasi di pusaran transaksi GOTO, dari Toba Bara (afiliasi Luhut Pandjaitan dan Pandu Sjahrir/CIO Danantara), Sampoerna Group, Astra Group, Farallon (Djarum Group), hingga Lippo Group.

Meskipun demikian, inti kasus yang kerap saya tulis tetap sama: dugaan konflik kepentingan Menteri BUMN Erick Thohir dan kakaknya, Boy Thohir, sebagai komisaris dan pemegang saham GOTO; serta Wishnutama yang berposisi ganda sebagai komisaris utama GOTO dan Telkomsel.

Namun, komentar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna di laporan Tempo itu justru dingin: “Saya belum tahu.” Nota dinas itu, kata Anang, mungkin hanya bagian dari proses administrasi atas laporan masyarakat.

Apapun itu, faktanya sampai saat ini kita tak pernah dengar berita Kejagung melakukan penyelidikan (proses menentukan ada tidaknya peristiwa pidana) perkara GOTO.

Pada titik ini, saya pikir, hukum cuma jadi pemeran pembantu untuk skenario utama.

Mungkin skenario ini dibuat selaras dengan jargon Presiden Prabowo bahwa koruptor akan dimaafkan asal duitnya dikembalikan.

Prinsip “pengembalian uang tidak menghapus pidana” adalah dongeng di bangku kuliah saja.

Agaknya itulah “semangat” yang mendorong tiba-tiba Mensesneg Prasetyo Hadi bicara bahwa Istana serius membahas merger Grab-GOTO.

Harian Kontan (10/11/2025) kemudian muncul dengan headline “Penyelamatan Telkom di Isu Merger Grab dan GOTO”.

  • Sumber Kontan memastikan bahwa pemegang saham awal GOTO akan diminta melakukan buyout (membeli kembali) saham GOTO milik Telkomsel seharga beli dulu, yakni Rp270—padahal harga GOTO di pasar sekarang hanya Rp60-an.
  • Patrick Walujo, Erick Thohir, dan Garibaldi (Boy) Thohir adalah beberapa nama yang disebut disuruh urunan buat beli.
  • Transaksi ini akan dilakukan di Singapura melalui special purpose vehicle (SPV) supaya secara teknis tidak melanggar UU Pasar Modal.

Saya ‘menikmati’ sinetron kasus GOTO ini. Saya pikir hukum adalah panglima itu omong-kosong dalam kasus GOTO.

  • Sulit berharap ada penyelidikan, dst., kecuali Patrick Walujo Cs. mbalelo (melawan).
  • Baik Pemerintah/Danantara maupun para pedagang saham kelihatannya akan saling “tolong-menolong”.
  • Kompromi demi cuan akan dipilih—dan ada “uang keamanan” untuk Pemerintah.
  • Tapi bagi grup buyout (Patrick Walujo Cs.), dana Rp6,4 triliun untuk membeli kembali 23,7 miliar lembar saham GOTO yang dikempit Telkom/Telkomsel bisa dilakukan dengan leverage (utang) dari bank Singapura atau swasta lokal.
  • Mereka akan menggunakan saham GOTO yang baru dibeli itu sebagai jaminan (collateral). Memang mereka beli rugi Rp270 (dibanding harga pasar Rp60-an), tapi anggap saja itu “uang keamanan” ketimbang diuber-uber perkara negara sepanjang hidup.
  • Begitu buyout selesai, banyak media dan influencer bisa digerakkan untuk meneriakkan agar merger Grab-GOTO dipercepat dengan valuasi GOTO US$7 miliar (harga premium Rp96, jauh di atas harga pasar sekarang).
  • Saham GOTO yang dibeli grup buyout kemudian ditukar (share swap) dengan saham Grab yang lebih likuid dan global setelah merger.
  • Tunggu 3-5 tahun sampai harga saham Grab naik pesat—misalnya di atas US$15—bukan cuma bisa menutup rugi “uang keamanan” sekitar Rp4,1 triliun tadi, tapi malah bisa cuan banyak juga.

👉Ujungnya: tak ada pejabat negara dihukum, tak ada direksi/komisaris BUMN gemetaran diperiksa, tak ada pengusaha swasta yang dipenjara.

  • Malah ada banyak fee yang bisa diolah para makelar
  • Media dan influencer senang
  • Softbank, Alibaba, Blackrock, JP. Morgan dkk senang
  • GOTO dan Grab juga senang karena setelah merger tak ada lagi urusan hukum sama negara.

Dan yang terpenting presidennya senang karena jadi pahlawan—kalau presidennya senang, banyak yang naik pangkat biasanya.

Salam,
AEK

Komentar