Kok Bisa Ada Negara Tanpa Pajak?
Pertanyaan ini sering muncul: “Masa sih, ada negara berdiri tanpa pajak?”
Jawabannya: ada. Yaitu Negara Islam.
Bedanya dengan negara sekuler sangat jelas.
🔹 Di negara sekuler
Pajak itu bebas dan terlalu luas. Semua hal bisa dipajaki.
- Cari uang? Kena pajak penghasilan (PPh)
- Belanja? Kena PPN
- Beli barang mewah? Tambah lagi PPnBM
- Punya tanah atau rumah? Kena PBB tiap tahun
- Punya motor atau mobil? Bayar pajak kendaraan
- Merokok, minum alkohol, beli bensin? Ada cukai dan pajak konsumsi
- Impor barang? Ada bea masuk. Ekspor pun bisa kena bea keluar
- Dapat warisan atau hibah? Di beberapa negara, ada juga pajak warisan
- Bahkan sekarang muncul pajak karbon dan pajak lingkungan.
Misal contoh sederhana
- Beli motor → kena pajak beli
- Sudah bayar, tapi belum bisa dibawa pulang → kena pajak BPKB, dan plat
- Sudah bisa dibawa pulang, beli bensin → kena pajak lagi
- Tiap tahun harus bayar pajak kendaraan lagi STNK lagi.
Jadi, di negara sekuler, hampir tak ada ruang gerak tanpa pajak. Mau hidup, kerja, belanja, bahkan meninggal punsemuanya ada hitungan pajaknya.
🔹 Di Negara Islam
Pendapatan negara tidak ditopang pajak rakyat. Islam sudah punya sumber pendapatan sendiri yang terbatas, jelas, dan terikat syariat.
Di antaranya:
Pengasilan Sangat Banyak
- Zakat – wajib bagi Muslim, hanya untuk 8 golongan (QS. at-Taubah: 60).
- Waqf – aset wakaf untuk kepentingan umat.
Sering dan Lumayan
- ‘Usyur – pungutan pertanian & bea masuk/keluar pedagang asing.
- Kharāj – pungutan tanah taklukan.
- Jizyah – kewajiban bagi non-Muslim sebagai imbalan perlindungan.
Pengasilan Sering tapi tak terlalu besar.
- Fay’ – harta yang diperoleh tanpa perang.
- Ghanīmah – harta rampasan perang.
- ‘Usyūr at-Tijārah – bea dagang untuk pedagang kafir harbi.
Sangat Jarang sekali
- Amwāl al-Murtaddīn – harta orang murtad.
- Rikāz – harta karun & tambang (1/5 untuk baitul māl).
- Harta Waris tanpa keluarga dan saudaranya.
Semua sumber ini sudah cukup untuk menopang negara tanpa harus memeras rakyat dengan pajak harian seperti di negara sekuler.
Misal, soal membeli sepeda.
Anda tak akan dikenai pajak beli sepeda.
Anda tak akan dikenai pajak beli bensin.
Anda tak perlu ngurus STK dan bayar pajak tahunan
Kenapa ?
Karena negara Islam tidak mengenal pajak PPN.
Negara hanya mengambil dari zakat, kharāj, jizyah, usyur, ghanīmah, dll. yang jelas-jelas punya dalil syar‘i.
Anda bisa membeli sepeda dengan harga asli tanpa tambahan pajak, enakkan ????
Dari sini jelas perbedaan filosofinya:
- Negara sekuler: prinsipnya semua aktivitas bisa jadi objek pajak.
- Negara Islam: prinsipnya harta rakyat asalnya haram disentuh, kecuali ada dalil tegas yang membolehkan.
Lalu, Apakah Pajak Haram Sama Sekali?
Jawabannya: ulama berbeda pendapat
- Mengharamkan.
- Boleh dengan Syarat
Yang membolehkan pajak (dharā’ib) —itupun hanya ketika kondisi benar benar darurat.
Darurat yang bagaimana?
- Kas Negara kosong total – tidak ada dana sama sekali.
- Maka , Pejabat dan penguasa sudah wajib dipaksa menjual rumahnya, kendaraannya, bahkan perhiasan & fasilitasnya untuk dijual guna membiayai negara.
- Kondisi pejabat sama dengan rakyat – sama-sama miskin, sama-sama susah. Makanannya sama, kendaraan rakyat umumnya dengan pejabat sama.
- Akhirnya jika masih belum mencukupi, Baru boleh menarik pajak – itupun hanya dari kalangan sipil yang berduit (aghniyā’), orang disebut kaya ketika mereka yang masih bisa mencukupi kebutuhan keluarga, anak, isteri bahkan pelayan meskipun tidak bekerja setahun.
- Yang dipajaki sangat terbatas, hanya harta berkembang (māl nāmī) – misalnya hasil buah-buahan, panen, atau keuntungan dagang. Bukan harta pokok seperti tanah atau rumah, karena itu dianggap zalim.
- Jika Kas Negara normal kembali, maka Negara dilarang memungut pajak.
Dan sepertinya syarat ini sulit untuk dipenuhi. Apalagi nomer 2-3 mustahil.
Jadi, jelas perbedaannya:
Negara sekuler: pajak jadi tulang punggung, rakyat kecil pun dicekik.
Negara Islam: pajak hanya darurat, dengan syarat ketat, dan hanya dari kalangan kaya.
(Ngopidiyyah)







Komentar