KENAPA ARAB/ISLAM TAK BERSATU? Tidak Ada Pemimpin Yang Bisa Menyatukan Mereka Seperti Dulu Salahuddin Al-Ayyubi

✍️Ayman Rashdan Wong

Kemarin, sebuah “Pertemuan Darurat” negara-negara Arab-Islam diadakan setelah serangan baru-baru ini di Qatar.

Seperti biasa, pertemuan Arab/Islam ini tidak menghasilkan resolusi besar.

Jadi, mengapa begitu sulit bagi negara-negara Arab/Islam untuk bersatu dan memberikan pukulan yang benar-benar akan berdampak pada Barat/Israel?

Biasanya orang akan mengaitkannya dengan sifat orang Arab, sifat orang-orang akhir zaman, penyakit al-wahn (cinta dunia). Semua itu memiliki argumen yang valid, ada kebenarannya.

Namun ada hal lain yang lebih mendasar. Kalau soal munafik dan cinta dunia, sejak zaman dahulu banyak umat Islam seperti itu. Namun, saat itu Kekuasaan Islam tetap bisa melawan musuh.

👉Masalah utama dunia Arab/Islam saat ini: kita tidak memiliki hegemon.

Hegemon ini bukanlah semacam Pokémon, melainkan pemimpin yang memiliki cengkeraman dan kekuatan untuk menyatukan negara-negara lain dalam satu blok.

Siapakah hegemon blok Barat? Jelas: Amerika.

Karena dengan Amerika sebagai hegemon, Barat dapat tampak bersatu dan semua itu ada, NATO.

Ketika Trump berkuasa, tampaknya sedikit goyah, tetapi secara keseluruhan Amerika masih merupakan hegemon yang tak terbantahkan.

Sebelum hegemoni Amerika, Eropa gak ada apa-apanya, terus-menerus berperang satu sama lain.

Namun bedanya, meskipun Eropa terpecah belah, mereka tetap bisa menjajah sana-sini dengan kekuatan masing-masing.

Negara-negara Arab/Islam saat ini? Sudah lemah, tak punya kepala. Hanya lauk pauk bagi kekuatan besar.

Sejarah kebangkitan Islam semuanya mengikuti model hegemoni.

Pada masa Perang Salib, dunia Islam terpecah belah. Seljuk di Irak/Iran lemah, Zengi di Suriah terpecah menjadi beberapa panglima perang, Fatimiyah di Mesir adalah Syiah yang gemar saling menikam dari belakang, Andalusia dengan para taifa yang saling menikam. Melawan Tentara Salib pun sia-sia.

Hingga Salahuddin al-Ayyubi muncul. Ia menjadi hegemon: satukan Mesir dan Suriah, gulingkan Dinasti Fatimiyah, taklukkan panglima perang Zengi satu per satu, ciptakan “front persatuan”, barulah Tentara Salib dapat dikalahkan hingga mereka menang.

Hal yang sama terjadi di Andalusia. Para taifa saling menikam hingga umat Kristen dapat menaklukkan mereka satu per satu. Hingga Al-Murabitun muncul yang menjadi hegemon, taklukkan semua taifa, satukan blok, barulah umat Kristen dapat dibendung.

Kebangkitan Ottoman pun sama. Dimulai dengan sebuah beylik kecil, tetapi ia menaklukkan mereka satu per satu hingga ia menyatukan Anatolia, lalu menaklukkan Eropa dan dunia Arab, menjadi sebuah kekaisaran di tiga benua.

Saat ini, dunia Islam tidak memiliki negara yang berpotensi menjadi hegemon. Batas-batas yang ada dirancang sedemikian rupa sehingga tidak ada kekuatan Islam yang dapat menantang status quo.

Turki ingin bangkit? Saudi/Iran/Mesir membendungnya. Mesir ingin bangkit? Saudi/Turki/Iran membendungnya. Saudi ingin bangkit? Turki/Mesir/Iran membendungnya.

Di zaman modern, hanya ada dua tokoh Islam yang hampir mencapai hegemoni: Gamal Abdel Nasser (Mesir) dan Raja Faisal (Saudi). Buku saya nanti akan mengkaji kekuatan mereka & mengapa upaya mereka gagal.

Jadi, itulah mengapa dunia Arab/Islam tampak begitu lemah. Untuk bangkit, satu atau dua pemimpin Arab/Islam dengan kekuatan dan kebijaksanaan untuk mendobrak status quo harus muncul.

Sejauh ini, kita belum melihatnya.

Jadi apa yang bisa kita lakukan sekarang? Bersabar, diplomatis, dan mengutuk.

Itulah tragedi umat Islam modern.

(fb)

Komentar