Kembali ke laptop, Kasus Ijazah Jokowi dan Gibran Kembali Disorot

Usai Demo Rusuh, Kasus Ijazah Jokowi dan Gibran Kembali Disorot

Oleh: Erizal

Kembali lagi ke laptop. Kembali lagi ke dugaan ijazah palsu Jokowi. Kembali lagi ke dugaan pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, atau provokasi, oleh Roy Suryo Cs.

Dan kembali lagi ke eksekusi Silfester Matutina yang entah menghilang ke mana dia.

Demo yang berakhir rusuh kemarin itu benar-benar sebuah interupsi maha dahsyat yang berhasil mengalihkan semua sorotan kamera.

Segerombolan orang tiba-tiba saja datang membakar dan menjarah. Demonya di mana, insidennya pun di mana pula. Acak tanpa ada pola.

Harus diakui, kita sulit sekali menganalisis demo yang berakhir rusuh kemarin itu. Siapa yang menggerakkan? Siapa dalang atau aktor intelektual? Kenapa bisa terjadi kejadian yang seperti itu?

Orang datang secara tiba-tiba layaknya banjir bandang yang memporak-porandakan banyak hal. Murni bentuk frustasi, ketidakpuasan, atau kemuakan rakyat semata atau ada pihak yang sengaja menginginkannya.

Ini analisis yang berat. Kita akan sulit, malah mungkin tak bisa sama sekali menganalisisnya. Kita cukup menganalisis soal ijazah palsu atau tidak saja.

Roy Suryo Cs sudah berjasa mengembalikan lagi kita pada dugaan ijazah palsu Jokowi itu. Bahkan saat ini sudah bertambah lagi pada dugaan ijazah palsu Gibran.

Gibran tak tamat SMA. Ini WOW sekali. Gibran lolos sebagai calon Walikota Solo dan lolos pula sebagai calon Wakil Presiden dan menang telak. Persis seperti Jokowi, tapi rute Jokowi jauh lebih panjang.

Tapi Jokowi masih mendingan, yang diduga palsu ijazah sarjananya dan sudah tak menjabat lagi. Artinya, secara aturan masih boleh karena syarat minimal hanya ijazah SMA saja.

Gibran ijazah SMA-nya itu sendiri yang dipersoalkan dan masih menjabat pula saat ini. Terlihat lebih seru saja.

Tak hanya Roy Suryo Cs, Jokowi pun turut membuat diskursus soal dugaan ijazah palsu ini makin seru dan panjang.

Ia tak hanya tak mau memperlihatkan ijazah aslinya itu secara cuma-cuma, tapi juga menempuh jalur hukum dengan melaporkan pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, atau provokasi, terhadap pihak-pihak yang menduga ijazahnya itu palsu.

Mestinya Gibran juga melakukan hal yang sama seperti dilakukan bapaknya, Jokowi. Balik pula melaporkan pihak-pihak yang menuduh ijazahnya itu palsu.

Dan kepolisian seperti pada kasus ijazah Jokowi, bisa langsung pula melakukan penyelidikan forensik dan akhirnya nanti menyimpulkan bahwa ijazah Gibran adalah identik. Dan yang menuduh tetap ngotot.

Tak hanya tak mau memperlihatkan ijazahnya secara cuma-cuma dan melaporkan pihak-pihak yang menduga ijazahnya palsu, Jokowi juga melemparkan bola panas berupa rumor bahwa ada yang mem-backing perihal pihak yang menduga ijazahnya palsu.

Mustahil bisa bertahan lama tanpa ada yang mem-backing-nya, “kata Jokowi santai. Tak hanya ijazahnya dan Gibran yang dipersoalkan, tapi nanti ada juga pihak yang mempersoalkan ijazah cucunya, Jan Ethes.

Dalam kasus ijazah Jokowi, sempat yang dituduh mem-backing itu spesifik ke arah SBY dan Partai Demokrat. Tapi kemudian direvisi langsung oleh Jokowi bukan SBY dan Partai Demokrat.

Padahal pendukungnya seperti Ade Darmawan dan Silfester Matutina sudah sempat mengerucut ke arah itu.

Oh ya, Silfester Matutina apa kabarnya?

Terakhir, Jaksa Agung ST Burhanuddin memastikan bahwa Silfester akan segera dieksekusi. Jaksa eksekutor dari Kejati Jakarta Selatan sedang mencarinya.

Tapi hebatnya, sampai sekarang belum juga kunjung bisa dieksekusi. Yang hebat tentu saja Silfester, bukan Kejaksaannya.

Bisa tak menjalani vonis Pengadilan tingkat akhir Mahkamah Agung selama 6 tahun, dan saat sudah ketahuan, bisa pula tak kunjung dieksekusi sampai sekarang.

Sempat pula memasukkan memori PK dan langsung diprioritaskan mendapatkan jadwal sidang. Sayangnya, ia tak mau langsung hadir sidang, hingga PK-nya dinyatakan gugur.

Baik kasus ijazah Jokowi, Gibran, maupun tak kunjung dieksekusinya Silfester Matutina, termasuk kasus demo yang berakhir rusuh kemarin itu, agaknya memang yang paling sulit ditemukan siapa backing atau aktor intelektual di balik kasus-kasus itu.

Backing atau aktor intelektual itu seperti menemukan siapa yang kentut, di mana baunya menyengat, tapi tak berbunyi dan yang kentut pura-pura tak tahu, apalagi secara sadar mau mengaku.

Silfester Matutina saja yang jelas-jelas pendukung Jokowi, tapi tak bisa pula dipastikan bahwa Jokowi-lah yang melindungi Silfester Matutina.

Apalagi kasus dugaan ijazah palsu yang diprakarsai Roy Suryo Cs. Mereka tegas membantah bahwa ada backing di belakangnya. Orang hanya bisa meraba-raba saja.

Makanya sejak awal saya katakan akan sangat sulit mencari siapa dalang di balik demo yang berakhir rusuh kemarin itu.

Yang jelas-jelas seperti kasus ijazah Jokowi, Gibran, dan Silfester Matutina saja, kita kesulitan menemukan dalang di balik kasus ini, hingga seperti kata Jokowi bisa bertahan lama.

Bahkan Silfester Matutina saja yang jelas-jelas pendukung Jokowi tak bisa juga dikatakan Jokowi yang mendalanginya, sehingga Kejaksaan sampai saat ini belum bisa mengeksekusinya.

Dalang untuk kasus yang sederhana saja sulit ditemukan, apalagi untuk kasus rumit seperti demo yang berakhir rusuh kemarin itu. Dalangnya bisa jadi tak hanya satu, karena banyaknya kepentingan di dalamnya.

Bisakah dalang yang bermain orang yang sama untuk kasus yang banyak terjadi saat ini, khususnya sejak pemerintahan Prabowo mulai berjalan sekitar 11 bulan yang lalu? Entahlah.

Komentar