Kelakuan Gus seperti ini yang Merusak Citra Pesantren, Semua kena getahnya

✍🏻Ahmad Husain Fahasbu

Kenapa kita, orang pesantren, perlu keras melakukan kritik ke internal? Sebab ketika sebuah permasalahan sudah menjadi urusan publik; semua orang akan berkomentar (dari yang paling sopan hingga yang paling brutal) dan kita tidak bisa mengondisikan komentar itu.

Semua elemen di pesantren, termasuk para kiai yang lurus akan kena getahnya.

Fenomena Elham, dengan segala kontroversinya, seorang muballigh asal Kediri yang ashli (pakai Shod) keturunan seorang kiai–berarti dia Gus–juga menempuh pendidikan di lingkungan pesantren sekarang jadi pembicaraan publik luas bukan hanya komunitas pesantren dan efeknya apa?

Pandangan publik pada pesantren tidak akan jauh dari apa yg dilakukan oleh Elham ini. Padahal apa yang ia lakukan adalah perbuatan oknum, yang tidak bisa mewakili pesantren secara umum. Tetapi begitulah memori kolektif khalayak bekerja.

Kain putih jika terkena noda memang akan sangat tampak sekali bedanya. Lain halnya jika yang terkena noda adalah kain hitam, biru, coklat dan lain-lain. Dan kain putih dalam konteks ini adalah pesantren!

Kita harus belajar untuk tidak selalu menyalahkan publik yang keliru menilai pesantren tetapi sesekali salahkan pelaku (oknum) tokoh-tokoh pesantren yang membuat publik keliru menilai pesantren.

Saya termasuk orang pesantren yang paling kenceng memberi kritik pada perilaku tidak elok beberapa elit agama, khususnya yang muda, sejak dulu. Akibat dari kritik-kritik saya itu, saya menanggung konsekuensi dimusuhi bahkan saya dianggap memiliki pikiran yang berbahaya.

Lora Husain Kadam Sidiq, seorang influencer islam yang pintar dan juga punya wawasan luas pernah cerita bahwa dia sampai pernah diperingatkan oleh beberapa tokoh-tokoh muda dari beberapa pesantren agar tidak berinteraksi dengan saya sebab pikiran saya sangat bahaya, ujar mereka.

Lora Kadam Sidiq melaporkan pada saya dan dia justru berujar: “Setelah saya menyimak alasan mereka soal bahaya pikiran sampean, saya justru makin senang berinteraksi dengan sampean sebab sampean yang logis dan argumentatif…”. Kira-kira begitu komentar laki-laki asal Madura ini.

Sebagai orang pesantren, saya sayang pada pesantren dan bentuk sayang itu saya wujudkan dalam bentuk saran, kritik dan masukan. Itu semua adalah bentuk peduli dan cinta kita yang sesungguhnya.

Tetapi nasi sudah jadi bubur. Kontroversi Elham ini sudah abadi dalam jejak digital. Sudah terekam juga dalam memori publik, termasuk memori para pembenci pesantren. Sekarang tidak ada yang didapat kecuali penilaian buruk pada pesantren.

Komunitas pesantren kena getahnya dan sialnya termasuk saya, yang sejak awal memberi kritik dan dimusuhi gara-gara kritik itu, kini juga harus menanggung konsekuensi negatif. Jijik sekali!

Gambar adalah tamplate stori dari instagram dan sudah dishare ribuan orang dari berbagai kalangan!

Tambahan: konon kabarnya Elham ini sudah ditegur oleh komunitas pesantren terkait, termasuk beberapa tokoh influencer pesantren juga sudah bersuara tetapi tanpa mengurangi rasa hormat, teguran itu cukup lambat. Permasalahan sudah menggelinding jauh ibarat bola salju dan kita sudah tak punya kekuatan untuk menghentikannya.

(fb)

Komentar