Kayu gelondongan dan air berwarna kecokelatan menjadi saksi bisu bencana banjir bandang dan longsor yang terjadi di Sumatra Utara (Sumut).
Kayu gelondongan berukuran besar hanyut terbawa arus banjir yang memporak-porandakan sejumlah kabupaten/kota dan merenggut ratusan nyawa manusia.
Kondisi terparah terjadi di Tapanuli Tengah (Tapteng), Tapanuli Selatan (Tapsel), dan Sibolga.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Minggu (30/11/2025) petang, bencana di Sumut telah merenggut 217 korban jiwa, dan 209 orang masih hilang.


Penuturan Bupati Tapanulis Selatan
Bupati Tapsel Gus Irawan Pasaribu mengungkap awal mula upaya pihaknya dalam mencegah bencana alam sebelum banjir bandang terjadi di Batangtoru.
Ia mengakui, kondisi Tapsel beberapa tahun belakangan kerap dilanda bencana.
Tahun lalu tanggal 24 November banjir bandang terjadi di Sipange Siunjam. Kayu datang dari hulu menghabiskan desa. Ada 2 korban jiwa.
Persis menjelang Natal, wilayah Tano Tombangan diterjang banjir bandang. Sama persis, banjir membawa kayu-kayu gelondongan. Berarti ada penebangan di hulu.
Atas bencana ini, Pemkab Tapsel mengajukan rehabilitasi rekonstruksi. Waktu itu, Pemkab Tapsel mengajukan Rp 28 miliar kemudian disetujui BNPB Rp 10 miliar.
Belum berjalan rehabilitasi rekonstruksi yang direncanakan tahun lalu, Tapsel kembali diterpa bencana.
Tiga desa luluh lantak diterjang banjir. Masyarakat Garoga, Huta Godang, dan Aek Ngadol menderita. Rumah mereka hancur.
Keluarganya meninggal dunia dan masih ada yang hilang. Khusus di Garoga, banjir bandang nyaris menghilangkan desa.
Dari hasil wawancara Tribun-medan.com, Gus Irawan mengurai upaya Pemkab Tapsel mencegah bencana sebelum terjadinya banjir bandang Batangtoru.
Ia ditemui usai mengunjungi tempat pengungsian warga di Aula Kantor Camat Batangtoru, Sabtu (29/11/2025) malam.

Gus Irawan memulai ceritanya. Pihaknya ada menerima surat pada Juli 2025 lalu dari Direktorat Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan.
Isinya menghentikan sementara Pengelolaan Hak Atas Tanah (PHAT) kerja sama korporasi dengan masyarakat setempat untuk mengambil kayu.
Terkejut Izin Dibuka Lagi
Gus Irawan merasa senang betul dengan isi surat itu karena memahami tutupan hutan penting untuk dijaga.
Ia lalu membuat surat edaran kepada camat hingga lurah berdasar perintah Kemenhut untuk mengambil kayu.
“Lalu saya terkejut, mungkin Oktober kalau gak salah, dibuka lagi izin itu. Padahal saya sudah senang (izin dihentikan) karena potensinya bisa menyebabkan kerusakan lingkungan,” kata Gus Irawan.
Atas kejadian ini, Pemkab Tapsel merasa keberatan.
Gus Irawan melayangkan surat pada 14 November 2025 ke Direktorat Pengelolaan Hutan Lestari Kemenhut. Isinya mengusulkan untuk menghentikan aktivitas penebangan hutan.
“Tapi pada sekitar awal November (kerja sama korporasi dengan masyarakat) kembali beroperasi. Lalu 25 November banjir bandang terjadi di Batangtoru,” ungkap Gus Irawan.
Gus Irawan kemudian mempertanyakan ada apa sebenarnya yang terjadi sehingga Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari kembali memberi izin operasi penebangan hutan.
Ia juga menyinggung soal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dihasilkan oleh perusahaan yang berada di Tapteng.
Perusahan ini diduga menjadi biang kerok hanyutnya kayu gelondong saat banjir bandang.
“Berapa PNBP yang diterima, sehingga kemudian perusahaan ini kembali diberi izin operasi? Ada apa ini?” ucap Gus Irawan kesal.
Menurut Gus Irawan, rakyat Batangtoru sangat menderita atas bencana banjir bandang ini.
Terlebih banjir juga disebabkan karena adanya penebangan hutan.
“Warga Batangtoru banyak menjadi korban. Rumah-rumah hancur. Keluarga mereka masih hilang. Begitu juga dengan kerugian yang dialami warga atas banjir ini,” kata Gus Irawan.
Siapa yang bertanggung jawab?
Lantas yang menjadi pertanyaan besar. Siapa yang harus bertanggung jawab atas banjir bandang di Batangtoru?
“Saya gak mau menyalahkan siapa, tapi kita makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Mari kita berpikir. Saya terlebih dahulu harus melakukan kajian komprehensif atas kejadian ini,” kata Gus Irawan.
Dari pengakuan warga, asal kayu gelondongan banjir bandang Batangtoru diduga dari sebuah desa di Tapanuli Tengah.
Ada aktivitas penebangan hutan di sana. Kayu-kayu yang layak akan diambil, sedangkan yang tidak layak sengaja dibiarkan.
Ia mengaku mendapati hal yang kontradiktif pada satu kementerian.
Direktorat Konservasi Sumber Daya Alam yang bertujuan menjaga hutan dan Direktorat Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan. Kedua direktorat ini menurutnya punya tupoksi saling tarik-menarik.
“Tolong dicek dulu. Jangan-jangan memang indikatornya adalah PNBP. Kalau itu indikator utamanya, dia akan terdorong memberi izin bagi perusahaan menebangi hutan. Ada kayu keluar dia dapat PNBP. tapi setiap kayu yang keluar berpotensi merusak ekosistem,” katanya.
Sepemahaman Gus Irawan, yang namanya Kementerian Kehutanan tugasnya sudah pasti menjaga hutan.
Atas hal ini, ia bertanya berapa nilai PNBP yang masuk ke kas negara dibanding dengan kerugian bencana banjir bandang di Batangtoru.
“Berapa kerugian masyarakat kami atas bencana ini yang setiap tahun hampir terjadi. Mari kita perbandingkan. Kalau menyangkut nyawa manusia, gak ada soal hitungan rupiah lagi,” ujarnya.
Pada momen ini, Gus Irawan kembali menyoroti peran Direktorat Pengelolaan Hutan Lestari jika terus kejadian seperti berulang, sudah layak meluruskan keberadaan hutan lestari.
“Lestari itu apa sih? Artinya yang saya pahami, permanen, berkelanjutan. Kalau itu hutan berkelanjutan, harusnya dijaga dong. Jangan diambili terus kayunya,” ujarnya.
Ia menambahkan, izin yang diberikan Direktorat Pengelolaan Hutan Lestari memang bukan di kawasan hutan.
Tapi harusnya memperhatikan keberadaan satwa langka, termasuk ekosistem Orangutan Tapanuli di Batangtoru.
“Ekosistem Batangtoru memiliki banyak flora dan fauna langka. Katanya orangutan paling langka, namun saat kami loka karya dibilang ini akan menjadi sorotan bahkan internasional. Mana buktinya? Ayolah kita jaga bersama. Masyarakat pun ikut merawat kalau ada manfaat yang diterima,” kata Gus Irawan.
217 Meninggal di Sumut
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengumumkan sebanyak 217 korban jiwa dalam bencana alam di Sumut.
“Jadi, korban jiwa untuk Sumatera Utara 217 jiwa ya, yang meninggal dunia. Kemudian 209 yang masih hilang,” ujar Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto dalam konferensi pers, Minggu (30/11/2025) petang.
Dia menjelaskan, jumlah korban meninggal bertambah seiring dengan operasi pencarian dan pertolongan yang harus dilakukan oleh tim SAR gabungan. Penambahan korban signifikan terjadi di wilayah Tapanuli Selatan.
“Rinciannya ini semua ya, untuk Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Kota Sibolga, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, itu yang mungkin bertambah daripada kemarin. Terutama di Tapanuli Selatan ini karena per hari ini banyak yang ditemukan,” ujar dia.
Sumber: Tribun-medan.com







Komentar