✍🏻Fairuz Ahmad
Dahulu ada cerita yang cukup terkenal di kalangan pembelajar filsafat tentang Imam Abu Hanifah. Konon pada masa itu -saya menulis konon karena saya tidak tahu benar tidaknya cerita tersebut- ada seorang atheis semprul yang menantang debat Abu Hanifah. Abu Hanifah kemudian menjawab tantangannya dan beliau berjanji akan mendatangi rumahnya.
Di hari yang ditentukan Imam Abu Hanifah berangkat menuju rumah si atheis semprul yang agak jauh dari kediaman beliau. Sang Imam sengaja terlambat satu jam dari kesepakatan. Maka sesampainya di lokasi, si atheis semprul langsung meledek Abu Hanifah,
“Anda katanya seorang imam besar Islam tapi Anda datang terlambat tidak sesuai kesepakatan. Semprul, Anda!” kurang lebih begitulah kata si atheis sambil saya tambah-tambahin sedikit kata semprulnya.
Dengan tenang dan penuh wibawa Abu Hanifah menjawab,
“Maaf Tuan. Sebenarnya saya sudah siapkan segala sesuatunya agar tidak terlambat tapi ada satu masalah yang membuat saya terlambat.”
“Apa itu?” kejar si atheis semprul.
“Saya menuju ke rumah Tuan harus melewati sungai. Lalu saya menunggu sampan cukup lama dan tidak ada. Tetapi tiba-tiba saya melihat ada beberapa kayu gelondongan di sungai entah datang dari mana selanjutnya menghampiri saya. Sesampainya kayu-kayu gelondongan tersebut berkumpul lantas mereka berbaris rapi dan menyusun sendiri menjadi sebuah perahu yang kuat. Melihat perahu maka saya putuskan untuk naik ke atasnya. Dan ternyata perahu tersebut mengantarkan saya ke seberang sehingga saya bias melanjutkan perjalanan sampai ke rumah Tuan.” Cerita Abu Hanifah.
Sontak si atheis semprul tertawa keras terbahak-bahak mendengar cerita Abu Hanifah. Bertambahlah rasa pongah dan jumawanya karena kekonyolan Abu Hanifah akan ia jadikan peluru tambahan untuk mengalahkannya
“Anda itu seorang imam besar dalam Islam tapi kok bisa ngebadut bikin cerita khayalan tingkat dewa begitu. Mana ada kayu-kayu gelondongan datang menghampiri Anda lalu menyusun dirinya sendri untuk membentuk perahu dan selanjutnya berjalan sendiri mengantarkan Anda ke tepian sungai? Pasti Anda ngibul. Mustahil. Konyol sekali Anda ini. Perahu itu pasti ada yang membuatnya, yaitu tukang perahu…!”
“Justru Tuanlah yang konyol dan semprul. Mengapa Tuan bisa mempercayai perahu tersebut ada pembuatnya namun Anda tidak percaya bahwa alam semesta ini ada pembuatnya? Mana ada alam semesta sebesar ini tidak ada penciptanya sedang perahu yang seupil ada? Justru kalau yang kecil saja ada yang menciptakan apalagi yang besar?”
Seketika itu pula si atheis semprul terdiam seribu empat ratus bahasa, meski di telinganya terdengar suara bisikan kecil dari jin semprul,
“Itu di Konoha ada kayu-kayu gelondongan yang terpotong rapi terbawa banjir bandang karena tumbang secara alami.”







Komentar