JOKO WIDODO TERNYATA LULUS UGM TAHUN 1999
Namanya Joko Widodo. Iya, betul. Kamu tidak salah baca. Tapi tolong tenangkan dulu hatimu, karena laki-laki satu ini bukan mantan presiden yang sering dipanggil Jokowi. Ini Joko Widodo yang satu lagi. Yang dunia kerjanya bukan Istana, melainkan laboratorium, citra radar, dan tumpukan laptop yang kipasnya meraung kalau file satelit dibuka. Teman-temannya memanggilnya Jecko.
Jecko lahir di Kulon Progo. Masa remajanya dihabiskan di SMA Tirtonirmolo. Salah satu SMA yang kalau kamu tanya ke muridnya, mereka pasti mengaku punya teman yang jago main bola, jago ngelawak, atau jago tidur di kelas. Setelah itu Jecko lanjut kuliah di UGM mengambil Geografi. Tahun 1999 ia lulus. Dan seperti orang baik-baik yang kebetulan tidak punya cita-cita jadi selebgram, ia memilih jalur akademik yang panjang dan sepi tepuk tangan.
Tidak cukup dengan titel sarjana, ia mengambil S2 Ilmu Lingkungan di Universitas Indonesia. Lalu, karena hidup memang suka mengajak orang berjalan jauh, Jecko berangkat ke Jepang dan menuntaskan doktoralnya di Chiba University pada 2020. Bidang yang ia pilih adalah Computer Science and Information Processing, dengan fokus ke radar dan penginderaan jauh. Ini bidang yang kalau kamu jelaskan ke orang tua, jawabannya pasti cuma, “Oalah, pokoke sing penting ngerti peta.”
Selama bertahun-tahun Jecko meneliti soal satelit, radar SAR, perubahan muka tanah, risiko bencana, dan berbagai hal yang terdengar sangat ilmiah dan sangat tidak cocok untuk dijadikan bahan obrolan di grup WhatsApp keluarga. Tapi justru itulah menariknya. Ilmu seperti ini biasanya cuma bersinar di jurnal internasional, bukan di acara berita layar kaca.
Sampai akhirnya Desember 2025 datang. BRIN menunjuk Jecko sebagai ketua gugus tugas penanganan bencana Sumatera. Tugasnya bukan sekadar meninjau banjir lalu mengangguk prihatin. Ia memimpin tim yang memakai data satelit untuk memetakan genangan air, memantau tanah longsor, dan membaca kondisi alam bahkan ketika cuaca lagi kacau. Sentinel 1 bekerja, Jecko mengolah datanya, dan publik akhirnya bisa tahu mana daerah yang harus cepat ditangani.

Jecko adalah pengingat bahwa Indonesia tidak hanya punya tokoh politik yang namanya dikenal semua orang. Kita juga punya ilmuwan yang kerja senyap tetapi berdampak nyata. Kalau Jokowi pernah sibuk blusukan ke pasar, Jecko adalah Jokowi lain yang blusukan ke data radar. Yang satu main di panggung politik. Yang satu lagi bermain di peta, citra satelit, dan kemanusiaan.
Dan keduanya adalah sama-sama anak bangsa. Selamat bekerja Mas Jecko, Joko Widodo!
(By Setiya Jogja)







Komentar