Asap hitam dari Gedung Astra Credit Companies (ACC) Kwitang mungkin telah lama sirna, tapi bara kisah dua pemuda yang hilang usai aksi demonstrasi di ibu kota kini justru membara kembali. Setelah berbulan-bulan tanpa kabar, Kepolisian akhirnya mengungkap identitas dua kerangka manusia yang ditemukan di reruntuhan gedung itu: mereka adalah Reno Syahputra Dewo dan Muhammad Farhan Hamid.
Keduanya dikonfirmasi melalui hasil pemeriksaan DNA dan analisis forensik di RS Polri Kramat Jati. Brigjen Sumy Hastry Purwanti, Kepala Pusdokkes Polri, menjelaskan bahwa identifikasi dilakukan melalui pencocokan DNA keluarga, analisis gigi, dan barang pribadi — termasuk kalung serta ikat pinggang yang ditemukan di lokasi. “Keduanya berjenis kelamin laki-laki dan cocok secara ilmiah dengan data ante-mortem keluarga,” ujarnya dalam keterangan pers.
Reno dan Farhan sempat dilaporkan hilang setelah aksi demonstrasi besar di kawasan Senen–Kwitang pada akhir Agustus 2025. Saat itu, gedung ACC terbakar hebat di tengah kericuhan massa. Selama berhari-hari keluarga mencari, menelusuri rumah sakit hingga kantor polisi, namun nihil hasil. Hingga akhirnya, 30 Oktober 2025, dua kerangka hangus ditemukan di lantai dua gedung yang terbakar.
Menurut Kombes Susatyo Purnomo Condro, Kapolres Metro Jakarta Pusat, kondisi jasad sudah tidak bisa dikenali secara fisik akibat terpanggang api. “Evakuasi dilakukan untuk memastikan penyebab pasti kematian,” ujarnya. Hasil forensik sejauh ini tidak menemukan tanda-tanda kekerasan tumpul maupun tusukan — hanya luka bakar parah yang mematikan. Namun, bagi publik, tanda tanya tetap menggantung: bagaimana dua orang bisa tertinggal di lokasi kebakaran tanpa diketahui selama berbulan-bulan?
Keluarga tak kuasa menahan tangis ketika kepolisian resmi mengumumkan hasil tes DNA. Mereka yang semula menggantung harapan kini hanya bisa menatap abu kehilangan. Di media sosial, tagar #RIPRenoFarhan bergema, menjadi duka digital atas dua nama yang hilang di tengah hiruk-pikuk demokrasi.
Tragedi ini bukan sekadar soal kebakaran. Ia menyisakan ironi tentang keselamatan warga dalam unjuk rasa, tentang lambatnya evakuasi pascakebakaran, dan tentang bagaimana dua anak muda bisa hilang di pusat kota tanpa ada yang menyadari. Di tengah duka, pertanyaan besar masih belum padam: apakah demokrasi memang harus selalu dibayar dengan nyawa mereka yang berani bersuara?







Komentar