Dua Sisi Mata Pedang Latihan Gabungan TNI

Dua Sisi Mata Pedang Latihan Gabungan TNI

Oleh: Budi Saks

Beberapa noktah merah kecil di (1) Kepulauan Bangka-Belitung dan (2) Kab. Morowali itu adalah lokasi lokasi dimana tiga kekuatan TNI dikerahkan dalam latihan skala besar melibatkan 41 ribu personil Laut, Darat, Udara.

Latihan gabungan besar-besaran yang dijalankan atas perintah langsung dari presiden Prabowo Subianto ini dilaksanakan dengan skema:

(1) Kekuatan TNI AL yang mengepung dua jalur laut utama di perairan Bangka dan Belitung setelah beberapa waktu sebelumnya presiden didampingi Kejagung dan Menkeu melakukan sidak dan pemberangusan jaringan mafia Timah Bangka yang sudah berlangsung puluhan tahun dan melibatkan unsur-unsur pejabat sipil dan militer, kepolisian dalam negeri yang bekerjasama dengan mafia internasional.

Bisa dilihat dari peta betapa mudahnya jalur penyelundupan timah langsung ke perairan internasional antara Selat Malaka-LNU-LCS.

Artinya betapa bobolnya pengawasan Bakamla, AL, Polairud selama ini.

Jalur laut di utara itu juga menyimpan potensi ketegangan dimana bersinggungan dengan “dahs nine line” klaim China yang diberikan kelonggaran oleh Jokowi kepada Beijing selama masa kepemimpinannya yang bahkan oleh Amerika dinyatakan sebagai “hot spot” perang Pasifik kedepan.

Jadi walau dalam bahasa diplomatiknya Prabowo mengajak Jinping buat mengelola bersama kawasan Natuna Utara namun dengan manuver TNI dikawasan itu jelas Prabowo mengirim sinyal melalui Menhan Sjafrie untuk jaringan mafia dan Beijing sekaligus bahwa Indonesia akan mempertahankan kedaulatannya dengan keras.

(2) Kemudian pada latgab TNI yang baru dilakukan beberapa hari lalu yang dipusatkan di area PT IMIP Morowali. Bila di Bangka-Belitung lebih menonjolkan kekiatan armada AL maka di Morowali lebih ditonjolkan kekuatan AU yang diskenariokan merebut bandara milik PT IMIP.

Kenapa skenario latihannya dipusatkan di bandara IMIP ?

Karena disitulah inti pesan keras Prabowo pada China bahwa walaupun mau tak mau Indonesia harus tetap menghormati perjanjian kerjasama investasi China disana namun kedaulatannya tetap milik Indonesia.

Hal ini tercermin jelas dengan pernyataan Sjafrie bahwa “tidak boleh ada negara dalam negara” dan merebut manajerial airport PT IMIP yang didalamnya selama ini tidak ada Bea Cukai, Imigrasi dan Air Nav.

Sebuah latihan perang besar-besaran dengan dua sisi mata pedang strategis.

Satu mengiris mafia-mafia tambang dalam negeri satu sisi lagi mengirim pesan keras pada China di utara.

(*)

Komentar