Dua Periode Demi Gibran, Bukan Prabowo

Oleh: Erizal

Kecuali Relawan Jokowi, kiranya hampir tak ada orang atau organisasi mana pun yang setuju wacana Jokowi untuk mendukung Prabowo-Gibran dua periode.

Malah Prabowo sendiri jauh hari secara terang-terangan mengingatkan atau melarang para pendukungnya, agar jangan lagi pernah menggaungkan istilah Prabowo dua periode.

Prabowo tegas mengatakan tak akan maju lagi kalau dia menilai gagal memimpin Indonesia. Ini jelas sekali pernyataan seorang pemimpin yang apa adanya atau ikhlas, bukan pernyataan politisi yang banyak akal.

Jokowi jelas sekali politisi yang banyak akal. Saking banyak akalnya kadang kebohongan dianggap bagian dari strategi politik yang dihalalkan.

Tidak perlu disebutkan kebohongan politik yang pernah dilakukan oleh Jokowi selama 20-an tahun memimpin. Mungkin terlalu banyak.

Alasan mendukung Prabowo-Gibran dua periode sejak awal, yang disampaikan di hadapan relawan mengandung dua kebohongan sekaligus.

Satu, kata sejak awal itu sendiri, dua relawannya. Padahal jelas sekali disampaikan di hadapan media, yang hakikatnya untuk semua orang.

Jangan salah, Jokowi tak pernah peduli dengan masa depan politik Prabowo, sejak awal. Bahkan, dukungan Prabowo-Gibran dua periode sama sekali bukan bentuk dari kepedulian Jokowi terhadap masa depan politik Prabowo.

Yang dipedulikan Jokowi bukan Prabowonya, melainkan Gibrannya. Masa depan politik Gibran jauh lebih dipedulikan Jokowi ketimbang Prabowo.

Jokowi berharap kalau Prabowo-Gibran berhasil dua periode, maka pada periode berikutnya Gibran-lah yang muncul sebagai Capres paling potensial menggantikan Prabowo.

Memang ada yang menilai hitung-hitungan politik Jokowi kecepatan. Tapi sebagai politisi yang banyak akalnya, tak ada istilah kecepatan dalam kamus politik Jokowi.

Sebab, kecepatan pun, sudah ada hitung-hitungannya.

Tadinya mungkin dianggap Gibran bisa langsung melompat dengan gebrakan yang dilakukannya, usai pelantikan jadi Wapres.

Tapi agaknya Prabowo, setelah dihitung-hitung Jokowi beberapa bulan belakangan ini, tak mudah juga untuk dilampaui.

Makanya Jokowi langsung membuat pernyataan mengejutkan mendukung Prabowo-Gibran dua periode, dengan dalih khusus untuk para relawan, sejak awal.

Bagi Jokowi, Prabowo seperti anak tangga politiknya dan keluarganya. Sejak awal Prabowo dijadikan anak tangga untuk naik menjadi politisi nasional dengan menjadi Gubernur Jakarta.

Lewat Megawati atau PDIP dianggap terlalu sulit, maka dipilih Prabowo atau Gerindra. Saat itu Gerindra dan PDIP menjadi partai oposisi terhadap SBY atau Partai Demokrat.

Akhirnya, karena Gerindra mau mendukung Jokowi, maka Prabowo langsung yang melobi Megawati untuk sama-sama mendukung Jokowi di DKI Jakarta dan menang.

Jadi bukan Jokowi yang berjasa kepada Prabowo, tapi Prabowo-lah yang berjasa terhadap Jokowi sejak awal.

Bukannya berterima kasih dan mendukung Prabowo untuk menjadi Presiden, malah Jokowi-lah yang melawan Prabowo menjadi Presiden dengan memakai kendaraan Megawati atau PDIP.

Setelah menjadi Presiden, Jokowi masih ingin menjadi Presiden untuk periode kedua kalinya hanya dengan Prabowo sebagai lawannya. Jokowi sadar betul bahwa hanya dengan melawan Prabowo, ia bisa menang ketika itu.

Tapi Jokowi tidak meninggalkan Prabowo, karena Jokowi tahu persis bahwa Prabowo adalah anak tangga untuk anaknya nanti mendamping Prabowo dan semua berjalan dengan mulus. Sempat direncanakan tiga periode, tapi gagal.

Jadi kalau saat ini Jokowi mendukung Prabowo-Gibran dua periode, itu bukan untuk kelangsungan Prabowonya, tapi kelangsungan GGibrannya

Bukan juga kecepatan, tapi memang sudah waktunya. Bagi orang kecepatan, termasuk bagi Prabowo, tapi bagi Jokowi tidak.

Memang, dalam hitung-hitungan politik Jokowi, tak ada lagi harapan buat Gibran pada Pilpres 2029 nanti, kecuali tetap bersama Prabowo.

Prabowo ternyata tidak sebagaimana hitung-hitungan Jokowi, yang bisa dengan mudah dilampauinya seperti dulunya.

Semua sudah berubah. Peta politik berubah, peta dunia pun berubah. Jokowi sedang menyesuaikan diri.

Biasanya dukungan terhadap calon itu di akhir bukan di awal. Dan itu biasanya alot tawar menawar politiknya.

Artinya, kalau dukungan itu diutarakan di awal, maka pasti ada sesuatu yang ingin diraih. Sesuatu yang mendesak dan bisa jadi sesuatu yang penting juga.

Sebab, politik itu biasanya abu-abu, kalau politik sudah jelas, berarti bukan politik lagi namanya. Ia sudah selesai. Dan bukan mustahil Jokowi ingin mengatakan kepada Prabowo bahwa dia sudah selesai, sudah menyerah.

Jokowi benar-benar sendirian persis seperti dukungan Prabowo-Gibran dua periode yang tak ditanggapi positif satu pun partai di DPR dan lainnya, kecuali hanya para relawannya. (*)

Komentar