DRAMA BENSIN MASIH BERLANJUT

Setelah drama ‘putus cinta’ antara Pertamina dengan para SPBU swasta (VIVO & BP) yang batal membeli BBM.

Kini pemerintah melalui Kementerian ESDM turun tangan menjadi “mediator perjodohan”.

Mereka menggelar rapat darurat pada jumat (3/10) sore untuk membujuk para SPBU swasta agar mau “rujuk” dengan Pertamina atau lebih tepatnya, mau membeli 100.000 barel BBM yang sudah terlanjur tiba di Indonesia.

Dirjen Migas ESDM, Laode Sulaeman, mengungkap akar masalah sesungguhnya dengan sebuah analogi kuliner yang brilian.

Menurutnya, masalahnya bukan soal kualitas BBM ber-etanol yang dianggap jelek, melainkan soal pesanan yang tidak sesuai.

“Ibarat kalau jual pisang goreng, ada dua cara yaitu direndam dulu (adonan pakai garam) atau setelah digoreng tambahin butiran garam”, jelas Laode.

“Sama² pisang goreng, tapi mereka maunya pisang gorengnya saja tanpa campuran garam”.

Artinya, para SPBU swasta ini memesan “pisang goreng polos” (BBM murni) dengan niat untuk meracik “garam” (aditif) versi mereka sendiri.

Namun yang datang dari Pertamina adalah “pisang goreng yang sudah asin” (BBM yang sudah dicampur etanol 3,5%).

Meskipun rasa asinnya (kadar etanolnya) masih dalam batas wajar menurut standar internasional.

Masalah ini menjadi genting karena 100.000 barel BBM tersebut sudah terlanjur diimpor oleh Pertamina dan tiba di pelabuhan pada 2 Oktober kemarin.

Pemerintah tidak bisa membiarkan BBM sebanyak itu menganggur tanpa pembeli.

Kini semua mata tertuju pada hasil rapat “konseling” di kantor Migas.

Akankah para SPBU swasta luluh dan mau menerima “pisang goreng asin” demi kelangsungan pasokan atau mereka akan tetap pada pendiriannya?

Komentar