Demi Menyelamatkan Muka Jokowi
- Presiden Prabowo Subianto ingin membayar utang Whoosh dengan memakai uang sitaan kasus korupsi.
- Ia baru saja menerima setoran uang sitaan korupsi Rp 13,25 triliun.
- Sebagai tukang stempel pemerintah, DPR akan menyokong kebijakan ugal-ugalan Prabowo ini.

SEPERTI cara Presiden Prabowo Subianto memaksakan Soeharto mendapat gelar pahlawan nasional, keinginannya membayar bunga utang kereta cepat dengan memakai uang sitaan korupsi bakal terwujud.
Ia tak akan peduli dengan tata kelola, ia akan masa bodoh dengan reaksi pasar keuangan akibat pemakaian uang negara secara ugal-ugalan, apalagi cuma protes publik.
Dengan lantang, Prabowo menegaskan bahwa pemerintah akan menanggung utang kereta cepat Jakarta-Bandung.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan tiga perusahaan negara yang mengelola Whoosh tak sanggup mencicil bunga utang Rp 1,24 triliun setahun karena layanan transportasi ini rugi besar.
Agar terlihat heroik, Prabowo mengatakan akan memakai uang sitaan kasus korupsi untuk membayar utang besar itu.
Uang sitaan kasus korupsi, juga tindak pidana lain, termasuk dalam penerimaan negara bukan pajak. Karena itu, dananya mesti masuk kas negara. Setiap rupiah pemakaiannya mesti memakai mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dibahas bersama DPR.
Semua itu tertera dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Prabowo, dengan begitu, tak bisa semau-maunya memakai uang publik itu. Alokasi tiap rupiahnya harus mendapat persetujuan anggota DPR.
Tenang, Saudara-saudara, DPR sudah jinak. Atas nama koalisi, mereka akan tunduk pada keinginan Prabowo dan bahu-membahu menjalankan perintahnya.
Mereka akan memakai dalih tambahan penyertaan modal bagi PT KAI dan tiga BUMN untuk menyedot uang APBN guna membayar utang Whoosh.
Dengan begitu, Prabowo sah memakai “uang sitaan korupsi” yang telah masuk kas negara itu untuk membayar utang kereta cepat.
Persetan dengan kepatutan. Tujuan Prabowo adalah menyelamatkan muka Presiden Joko Widodo yang menjadi inisiator proyek senilai Rp 119 triliun ini.

Jokowi adalah orang yang paling berjasa mengantarkan Prabowo mencapai cita-citanya menjadi presiden.
Maka ia akan sekuat tenaga membalas budi itu, termasuk menalangi utang kereta cepat, yang merusak citra baik Jokowi.
Sewaktu proyek ini dimulai pada 2016, Jokowi berjanji tak akan memakai APBN. Maka empat BUMN ia tugaskan untuk mengerjakan proyek ini patungan dengan perusahaan Cina. Uangnya memakai utang dari China Development Bank.
Kini, setelah beroperasi, biaya menjalankan Whoosh jauh lebih besar dibanding pendapatannya.
Akibatnya, tiga BUMN yang menguasai 60 persen saham konsorsium kelimpungan membayar utangnya.
Konsorsium kereta cepat mesti membayar bunga utang Rp 1,24 triliun setahun. Pada 2033, nilainya naik menjadi Rp 5 triliun karena perusahaan sudah mulai membayar pokok utang. Dengan laba Rp 2,2 triliun setahun, empat BUMN tak sanggup membayar utang sebesar itu.
Prabowo punya andalan untuk membayarnya. Ia baru saja menerima setoran pengganti kerugian negara korupsi minyak sawit sebesar Rp 13,25 triliun dari Kejaksaan Agung. Uang sebanyak ini bisa buat membayar bunga utang 10 tahun, seperenam dari waktu pembayaran utang Whoosh. Jika masih kurang, jaksa bisa mencari-cari lagi kasus korupsi yang dapat mendatangkan pengembalian kerugian negara dalam jumlah besar.
Prabowo kini juga punya Menteri Keuangan yang “pro-rakyat”. Purbaya Yudhi Sadewa sedang menjadi “public darling”. Apa pun yang ia lakukan mendapat dukungan penghuni TikTok. Meski menolak memakai APBN untuk membayar utang kereta cepat, Purbaya pasti punya dalih baru yang seolah-olah berpihak kepada publik untuk merevisi ucapannya. Jika sudah ditugaskan Presiden, ia akan tunduk melaksanakannya.
Tim media sosial Purbaya akan memoles keputusan itu seolah-olah tak menambah defisit keuangan negara. Dalam banyak forum, Purbaya selalu mengentengkan defisit yang masih di bawah 3 persen produk domestik bruto. Jadi, jika alokasi APBN ditambah untuk membayar utang kereta cepat, seperti imajinasi Purbaya, uang kita masih lebih dari cukup.
Lengkap sudah alat-alat negara yang dibutuhkan Prabowo untuk menyenangkan Jokowi. Tahun depan kita akan mendengar keputusan DPR mengalokasikan uang besar APBN untuk PT KAI. Jika memberi gelar pahlawan nasional kepada Soeharto saja bisa dengan enteng dilakukan Prabowo, apalagi membayar utang kereta cepat yang menyakiti rakyat. ●
(Sumber: TEMPO)







Komentar