Cerita Ulama Gaza berbagi kebahagiaan rakyat Gaza untuk para dermawan

🟢Syaikh Majdi Al-Maghribi, Ulama Gaza yang bertahan di tanah Gaza membersamai rakyat Gaza, di chanel Telegramnya, Jumat (31/10/2025), berbagi cerita kebahagiaan rakyat Gaza untuk para dermawan:

Saya senang berbagi dengan para kontributor kami (para donatur dermawan) perasaan bahagia dan puas yang memenuhi hati saya berkali-kali setiap hari saat saya menyaksikan dan merasakan kelegaan dan penghiburan dari beberapa orang yang tertekan dan menderita yang kami temui di Jalur Gaza yang terkepung.

Ini adalah amal kebaikan yang tidak terekam kamera atau terdokumentasi video, melainkan direkam dan disaksikan oleh para malaikat bumi dan langit.

Saya menulis kata-kata ini hanya sebagai pesan kabar baik bagi mereka yang berbuat baik (para donatur): Bergembiralah, karena kamu akan mendapatkan—insya Allah—pahala yang besar di Hari Kiamat. Kamu akan bertanya, “Dari mana datangnya pahala besar ini?” dan akan dikatakan kepadamu, “Apakah kamu ingat sedekah pada hari ini dan itu?”

Dan di antara tindakan yang mungkin tampak sederhana bagi sebagian orang, tetapi—demi Tuhan—telah membawa kebahagiaan dan kepuasan yang luar biasa di hati saya, adalah apa yang terjadi pada saya hari ini.

Teman kami memanggil saya ke mushola setelah salat Jumat hari ini. Teman ini adalah seorang pria lanjut usia yang menunaikan salat jamaah lima waktu dengan alat bantu jalan dan selalu menjadi yang pertama tiba. Ia duduk setelah Subuh dan dari Magrib hingga Isya membaca Al-Qur’an. Kami menjadi sangat dekat sebagai komunitas pengungsi di masjid, berkat pelajaran dan khotbah yang saya sampaikan di sana, terutama kisah-kisah para nabi, yang saya masukkan ke dalam diskusi, ceramah, dan interaksi ramah dengan mereka yang hadir.

Saya menghampirinya, dan ia sedang membongkar sebuah tas kecil, mencoba mengambil selembar kertas. Saat ia sedang melakukannya, ia berkata kepada saya, “Syekh, seseorang mencuri ponsel dan 150 shekel saya. Saya sudah bicara dengan keluarganya, dan mereka berkata, ‘Itu bukan urusan kami. Kamu bebas melakukan apa pun dengannya (pelaku pencurian)!’”

Saya bertanya kepadanya, “Kapan ini terjadi?” Ia menjawab, “Sekitar satu setengah bulan yang lalu.”

Saya bertanya kepadanya, “Ponsel jenis apa yang kamu punya?”

Dia berkata, “Ponsel yang ada senter kecil.”

Saya bertanya kepadanya, “Apakah kamu membutuhkannya sekarang?” Dia berkata, “Saya membutuhkannya, tapi saya tidak punya uang untuk membeli yang baru.”

Saya berkata, “Tidak perlu kertas itu.” Sepertinya dia sedang mencatat informasi siapa pencurinya (agar pencurinya dicari dan ponselnya bisa balik).

Saya berkata kepadanya, “Jangan khawatir, ini mudah.”

Sebenarnya, ponsel baru masuk ke Gaza beberapa hari terakhir ini, dan harganya sudah turun. Ponsel standar sekarang harganya sekitar $80 termasuk pengisi dayanya, yang merupakan harga yang sangat murah setelah sebelumnya harganya lebih dari $300 dan tidak tersedia.

Setelah salat Magrib, saya pergi menemui teman baik kami dengan sebuah ponsel standar baru, dan dengan uang yang lebih banyak daripada yang dicuri darinya. Anda tidak dapat membayangkan reaksi pria itu, wajahnya berseri-seri karena gembira, seolah-olah garis yang telah terputus antara dirinya dan dunia serta orang-orang yang dicintainya telah dihubungkan kembali.

Pria itu bahagia, saya pun bahagia; dia senang, saya pun senang. Saya tahu dan merasakan betapa berharganya ponsel ini baginya, lebih dari sekadar memberikan rumah atau mobil mewah.

Saya yakin semua orang yang berkontribusi pada kebahagiaan ini (para donatur) turut merasakan kebahagiaan dan kegembiraan kami, karena merekalah (para donatur dermawan)—setelah Tuhan—alasan untuk kebahagiaan yang penuh belas kasih ini.

Sedangkan untuk penjual falafel yang saya temui larut malam, duduk sendirian dengan setumpuk falafel dan roti di depannya, ia tampaknya tidak akan menjual apa pun malam itu, karena jam orang-orang berbelanja telah lewat. Saya membayangkan istri, ibu, dan anak-anaknya menunggunya kembali dengan keuntungan yang dibawa pulang, berharap ia bisa membeli sesuatu dari daftar kebutuhan mereka. Bagaimana perasaannya jika ia pulang dengan hati hancur dan tangan hampa?

Saya menyapanya, mengobrol dengannya, lalu memberinya sejumlah uang yang besar. Pria itu tampak malu dan tidak bisa berkata apa-apa selain, “Semoga Tuhan memberkati Anda… Semoga Tuhan memberkati Anda… Semoga Tuhan membalas Anda!”.

Demikian pula, ada seorang gadis kecil, sekitar sepuluh tahun, yang berkeliaran di bawah terik matahari siang sambil membawa keranjang berisi kue Halab, meminta-minta untuk dibeli. Matahari terik menerpa kepala, leher, dan lengannya yang kurus, hingga ia pulang setelah berjam-jam membawa beberapa shekel yang hampir tidak cukup untuk hidup. Saya menyelipkan sedikit uang ke dalam dompetnya, dan ia menatap saya dengan takjub, tak bisa berkata-kata, seolah sedang bermimpi.

Orang-orang ini sedang membutuhkan, sangat membutuhkan, dan kita sering menghadapi situasi seperti itu.

Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Bijaksana.

Sumber: https://t.me/mogr7775/4870

Komentar