Isu perjudian selalu menjadi perdebatan di negara-negara mayoritas Islam. Dalam ajaran Islam, judi dikategorikan sebagai perbuatan haram. Namun kenyataannya, sejumlah negara dengan populasi mayoritas Muslim memilih pendekatan berbeda: bukan hanya melarang, tetapi mengatur, membatasi, dan memanfaatkan sektor perjudian untuk kepentingan ekonomi nasional. Pendekatan pragmatis ini diambil dengan tetap mempertimbangkan sensitivitas agama masyarakatnya.
Malaysia adalah contoh paling populer. Negara ini memiliki kasino legal di Genting Highlands, yang menjadi salah satu destinasi wisata terbesar di Asia Tenggara. Untuk menjaga nilai-nilai masyarakatnya, pemerintah Malaysia menerapkan aturan ketat: warga Muslim dibatasi masuk, sementara operasional kasino diawasi ketat oleh pemerintah. Kasino dikenakan pajak tinggi dan lisensi khusus, sehingga memberikan pemasukan signifikan bagi negara.
Mesir juga mengelola perjudian dengan cara serupa. Kasino legal beroperasi di daerah wisata seperti Kairo, Alexandria, hingga Sharm El Sheikh. Namun, hanya turis asing yang diizinkan berjudi. Warga Mesir, khususnya Muslim, dilarang masuk. Pendekatan ini memungkinkan pemerintah mendapatkan pendapatan pajak dari industri pariwisata tanpa mencederai norma masyarakat lokal.
Negara Afrika Utara seperti Maroko dan Tunisia lebih terbuka. Kasino diperbolehkan secara legal dengan pengawasan ketat. Keberadaan kasino banyak menarik turis Eropa dan Timur Tengah, yang kemudian memberikan tambahan pemasukan negara melalui pajak pariwisata, pajak kasino, dan retribusi hotel.
Di Northern Cyprus, sektor kasino bahkan menjadi salah satu tulang punggung ekonomi. Turis dari Turki, Timur Tengah, hingga Eropa Timur banyak berdatangan untuk berjudi. Industri kasino menciptakan lapangan kerja besar dan menghasilkan pendapatan pajak yang signifikan.
Bagaimana Pajak Judi Dimanfaatkan?
Walaupun judi dianggap haram, pendapatan pajak dari kasino digunakan untuk berbagai kebutuhan publik. Beberapa pemanfaatannya antara lain:
- Pendanaan infrastruktur: pembangunan jalan, fasilitas umum, hingga perbaikan kawasan wisata.
- Pembiayaan sektor kesehatan dan pendidikan, karena uang pajak masuk ke anggaran umum negara.
- Subsidi program sosial, terutama di negara yang GDP-nya sangat bergantung pada pariwisata.
- Pendanaan promosi pariwisata, untuk menarik lebih banyak wisatawan asing.
Sebagian ulama menjelaskan bahwa meskipun sumber dana berasal dari aktivitas yang haram bagi Muslim, penggunaannya dalam anggaran negara tidak otomatis membuat fasilitas publik menjadi haram, karena masyarakat tidak bisa mengontrol struktur keuangan negara.
Kesimpulan
Negara-negara mayoritas Islam tidak selalu menerapkan pelarangan total. Sebagian memilih jalan tengah: perjudian dilegalkan, dibatasi bagi warga Muslim, diawasi ketat, dan dipajaki tinggi. Pendapatan pajak ini kemudian dimanfaatkan untuk pembangunan dan pembiayaan layanan publik. Inilah bentuk kompromi antara kebutuhan ekonomi nasional dan moralitas agama yang dijunjung tinggi masyarakatnya.
Berikan argumenmu tentang artikel ini

Komentar