Anak menggugat Ibunya terkait warisan di Pengadilan. Anak durhaka?

✍🏻Atharasyid Nugraha

Saya -pernah- menghadiri sebuah persidangan perdata, dimana seorang anak menggugat ibunya terkait warisan. Kenapa?

Karena ketika si ayah meninggal, harta warisan yang seharusnya segera dibagikan sesuai syariat—sebagaimana ijma’ ulama—justru dikuasai penuh oleh ibu. Anak menuntut bagian yang menjadi haknya, bukan mengambil hak orang lain.

Dan apa komentar mayoritas orang Indonesia dan Netizen yang bodoh?

“Anak durhaka!”

Padahal, justru sebaliknya.

Dalam Islam, menuntut hak waris adalah hak penuh ahli waris, dan tidak ada satu pun dalil yang mengatakan bahwa menuntut hak syar’i dari orang tua termasuk durhaka.

Durhaka adalah melawan atau menyakiti orang tua pada perkara yang tidak melanggar syariat.

Lalu ada komentar klasik,

“Nggak tahu terima kasih, sudah dilahirkan, diurus, dibesarkan, disekolahkan.”

Hei! Semua itu memang kewajiban orang tua.

Yang ingin punya anak itu orang tua. Yang berkeinginan memiliki keturunan itu orang tua. Anak tidak pernah meminta untuk dilahirkan.

Dan ketika seorang anak lahir, orang tua diwajibkan oleh Allah untuk mengurus, mendidik, membesarkan, menafkahi, memberi pendidikan.

Itu bukan investasi agar bisa menagih “balas budi” di masa depan. Itu bukan alasan untuk menekan anak. Itu bukan lisensi untuk bersikap zalim.

Anak pasti tahu rasa terima kasih. Anak pasti punya adab. Tapi rasa syukur tidak boleh dijadikan alat menuntut kepatuhan yang absolut, apalagi sampai mengambil atau menahan hak yang Allah Azza Wa Jalla tetapkan.

Hal paling ironis adalah ketika anak menuntut hak syar’i disebut durhaka. Ketika orang tua mengambil hak anak dianggap wajar.

Padahal yang paling zalim adalah yang mengambil hak bukan miliknya.

MORAL STORY:

  • Sebelum memvonis seseorang “durhaka”, pelajari dulu ceritanya. Tidak semua yang menggugat orang tua adalah durhaka. Dan tidak semua orang tua itu benar. Dalam syariat, keadilan selalu berada di atas tradisi sosial. Dan ada yang namanya ORANG TUA DURHAKA.

Indonesia, dimana syariat diputarbalikan dan dikalahkan oleh tradisi sosial, kemudian tradisi sosial dipaksakan menjadi landasan berislam.

(fb)

Komentar