The End of NU?
Oleh: Moh Yasir Alimi
(Wakil ketua PWNU Jateng 2019-2024)
Wah judulnya serem..iya..saya mengajak para intelektual NU, para kiai, para aktivis dan para mursyid thariqah... kiai yang setengah... untuk memikirkan ini... Masa depan NU setelah satu abad.
Di era digital ini kalau kita lihat Muhammadiyah lebih stabil dari guncangan-guncangan. Kenapa? Karena ideologi Muhammadiyah jelas yaitu ideologi pemurnian dari bidah. Ideologi pemurnian ini sudah membatasi diri dari berbagai pengaruh. Walhasil Muhammadiyah tidak dibingungkan oleh pemikiran-pemikiran baru yang membanjiri era digital.
Bagaimana dengan NU? Paska 100 tahunnya NU diwarnai guncangan-guncangan pemikiran dan ideologis. Kenapa? Ideologi NU sudah jelas yaitu Aswaja atau ahlus sunnah wal jamaah. Tapi aswaja NU terlalu terbuka. Organisasi NU melupakan Muqaddimah Qanun Asasi sebagai Pembukaan UUD-nya NU. (Muqaddimah Qanun Asasi NU yang ditulis Hadratusy Syaikh KH Hasyim Asy'ari adalah sebuah aturan dasar yang merupakan pokok pikiran, pendirian dan pedoman dasar bagi perjalanan organisasi NU -red).
NU juga tidak menjaga rapat ajaran para muassis dan salafus sholeh sebagai pondasi aswaja atau arah NU.
Sangat jarang pengurus NU menyebut Muqaddimah Qanun Asasi, juga ajaran-ajaran Mbah Hasyim Asyari, para muassis dan pendahulu yang sholeh sebagai dasar dan pedoman gerakan agar ajaran agung tersebut tidak hilang.
Akibatnya aswaja NU tidak ada pedoman pokoknya. Semua ideologi bisa masuk dan mewarnai. Akibatnya NU menjadi tempat sampah pemikiran yang mengatasnamakan aswaja.
Agenda asing dengan moderasi disebut aswaja.. tafsir dosen UIN hasil belajar di Barat disebut aswaja... content creator bikin tafsir juga dinamakan aswaja.. alumni UIN dengan filsafat dan sosiologi menjadikan teori Marx dan sosiolog lain untuk menafsiri agama dan menjadikannya sebagai iman dinamakan aswaja... youtuber ngoceh dinamakan aswaja... bahkan oknum petinggi parcok dan intel hitam bikin fatwa juga bisa dinamakan aswaja... bahkan dukun menyamar gus juga bisa jadi aswaja.
Akibatnya seperti kurang lebih dikatakan Gus Abdul Wahab Ahmad NU menjadi tempat sembunyi pemikiran-pemikiran menyimpang.
Apa akibat selanjutnya? Aswaja NU jadi seperti tempat sampah pemikiran-pemikiran
Situasi ini tidak baik bagi Nahdhiyyin kedepan karena (1) nahdhiyyin akan semakin terpolarisasi pemikiran-pemikiran baru yang mengatasnamakan aswaja; (2) gampang dimainkan dari luar dengan operasi-operasi intelijen murah-murahan lewat disinformasi dan youtuber seperti sekarang ini, dan (3) menimbulkan kedangkalan secara keilmuan dan spiritualitas kader karena aswaja abal-abal yang tidak ada isinya.
Aswaja yang murni berisi silsilah keilmuan, cahaya dan spiritualitas yang sangat tinggi, dijaga melalui mata rantai sanad, dan karamatul aulia. Para pendahulu yang sholeh sebenarnya sudah membuat pedoman pedoman yang sangat kokoh aswaja, sehingga seorang aswaja tidak mungkin mengkafirkan sesama muslim.
Tapi di era digital ini, pondasi pondasi tersebut roboh, sehingga kita dapati youtuber youtuber yang mengaku NU mengkafirkan sesama muslim bahkan wali wali Allah yang sudah wafat.
Dukun-dukun menyamar Gus juga dianggap aswaja kemudian mendukung pencaplokan laut oleh oligarki, artinya aswaja kita masih berupa baju atau identitas luaran yang gampang sekali dipalsukan dan diacak-acak.
Kepemimpinan NU lebih tertarik dengan ide-ide baru dengan istilah-istilah bombastis fiqih peradaban, humanitarian Islam dll daripada warisan pendahulunya. Padahal pesan Mbah Hasyim dalam mendirikan NU sangat sederhana.. ajakan taqwa.. ajakan menjaga persatuan dan mengikuti ajakan pendahulu aswaja ditengah banjirnya pemikiran pada saat Mbah Hasyim mendirikan NU. Ajakan dan pesan Hadrotus Syaikh bukan pembaharuan pemikiran, tapi justru NU bertahan dengan ajakan sederhana tersebut. Sementara ormas ormas saat itu yang mengajak pada pembaharuan pemikiran, tidak semua bertahan. Ada yang sudah tidak eksis dan ada yang terjebak dalam ekstrimitas.
The end of NU? Mungkin casingnya masih tapi NU sebagaimana dibayangkan Mbah Hasyim mungkin sedang mengalami krisis. Sedang mengalami persimpangan di era digital. Suatu era perubahan sosial yang sangat besar.
Peran-peran NU yang dibayangkan Mbah Hasyim, mulai sulit dilakukan melalui organisasi NU, kemudian diambil alih oleh pesantren-pesantren tertentu, forum-forum silaturahmi, majelis dzikir, dan sebagainya.
Walhasil, di era digital yang mengakhiri semuanya (toko waralaba, doktrin, otoritas, bahkan negara bangsa dan agama), NU perlu menjaga nilai dasarnya, berpedoman pada ajaran pendahulu yang sholeh, bukan oleh mood dan dislike tokohnya, agar bisa tetap eksis di era baru, kokoh menghadapi tekanan eksternal dan tidak mudah rontok oleh operasi operasi murah murahan yang dikendalikan oleh pemegang nodes nodes digital.
(sumber: fb penulis)