Henri Kusuma, pengacara saksi kasus pagar laut Desa Kohod Tangerang, menyatakan penyidik Bareskrim pernah meminta agar jawaban saksi yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dihapus.
Permintaan penghapusan jawaban itu terjadi pada saat pemeriksaan saksi seorang nelayan, warga Kampung Alar Jiban, Desa Kohod Kabupaten Tangerang, Marto bin Rahman.
"Penyidik AKBP Elly Triana Dewi meminta agar jawaban Marto terkait penyebutan Perda dihapus saja," ujar Henri pada Minggu, 13 April 2025.
Henri memgatakan AKBP Elly Triana Dewi menanyakan kepada Marto mengenai dasar penerbitan SHGB. Marto pun menjawab bahwa ia pernah melakukan audiensi ke kantor ATR BPN sekitar 11 September 2024.
Di sana, Marto bersama warga Alar Jiban lainnya menanyakan hal yang sama. Staf ATR BPN Astrid, kata Marto, menjelaskan bahwa laut tersebut bisa dijadikan SHGB karena ada Perda-nya. "Dan sudah ada RTRW untuk pemukiman," kata Henri menirukan Marto.
Henri menengarai permintaan penyidik menghapus jawaban Marto bagian dari upaya polisi menghindari penelusuran lebih jauh mengenai proses penerbitan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) dengan rujukan Perda dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Pemeriksaan Marto dan tiga nelayan lain di antaranya Andi dan Khaerudin berlangsung di Polsek Pakuhaji pada 7 Februari 2025. Lokasi pemeriksaan bergeser dari semula yang dijadwalkan di Gedung Bareskrim Polri.
Ada sekitar 15 pertanyaan kepada masing-masing saksi. Namun penyidik tidak menanyakan pertanyaan serupa kepada Andi, Khaerudin, dan seorang nelayan lain.
Dari upaya permintaan penghapusan jawaban itu, Henri menyebut sudah ada kejanggalan sebagai bentuk upaya menghindari penyidikan lebih jauh tentang dugaan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang jabatan.
"Dari situ saya melihat ada yang janggal, belakangan baru saya tahu Kejaksaan Agung mengembalikan berkas dan memberikan petunjuk terkait dugaan pidana khusus itu," kata Henri.
(Sumber: TEMPO)