Menilai secara objektif Felix Siauw

"Menilai Felix Siauw"

Oleh: Ust. Muhammad Abduh Negara (mantan aktivis HTI)

Ada yang meminta saya membahas tentang kelebihan dan kekurangan Felix Siauw, karena selama ini penanya hanya menemukan orang yang menyebutkan sisi kelemahan sang dai saja, tanpa menyebutkan kelebihannya. Entah, apakah ini berkaitan dengan komentar seorang ustadz yang sempat ramai beberapa waktu lalu, yang terkesan terlalu negatif dan tidak adil dalam berkomentar terhadap Felix Siauw, atau ada orang lain lagi.

Meski saya juga menemukan, cukup banyak yang memuji kelebihan dan keunggulan sang dai, tanpa menyebutkan kekurangan atau kekeliruannya. 

Tiap orang berkomentar, sesuai wawasan, sudut pandang dan preferensi masing-masing.

Lalu, bagaimana menurut saya?

Saya harus minta maaf, karena saya tidak bisa menyebutkannya secara spesifik. Pengetahuan saya tentang Felix Siauw terhenti sejak beberapa tahun lalu. Beberapa tahun lalu, ada tulisan saya tentang sang dai populer ini, namun belum tentu relevan lagi saat ini. Belakangan ini, saya sudah tidak mengikuti perkembangan dakwah sang dai, bahkan sekian podcast beliau yang viral akhir-akhir ini, juga tidak ada yang saya ikuti.

Dalam beberapa tahun, orang sangat mungkin mengalami perubahan drastis. Yang tidak paham mubtada khabar, dalam empat tahun, sangat mungkin sudah bisa mengajar nahwu dasar. Yang awalnya tidak mengerti ushul fiqih, dalam lima tahun, bisa jadi telah menguasai dan mengkhatamkan berbagai kitab ushul fiqih tingkat menengah. Sebaliknya, bisa jadi juga, ada yang mengalami penurunan secara drastis.

Karena itu, sikap yang benar-benar objektif bagi saya dan orang-orang semisal saya, adalah diam, tidak berkata sesuatu yang tidak tahu fakta sebenarnya.
Namun saya bisa memberikan sedikit panduan dalam memandang hal-hal semacam ini, insyaallah.

1. Setiap keberhasilan dakwah, meskipun kecil bagi sebagian orang, perlu diapresiasi dan didukung, siapapun yang mewujudkannya. Dari berbagai informasi yang berseliweran, Felix Siauw berhasil membuat banyak artis dan pesohor media sosial mendekat pada Islam, banyak non muslim yang tertarik mempelajari Islam, dan semisalnya. Ini jelas kebaikan yang perlu diapresiasi.

2. Jangan terjebak dengan fanatisme kelompok, saat memberikan penilaian. Jangan karena sang dai bukan dari komunitas anda, lalu semua kebaikannya anda dustakan. Sebaliknya, jangan karena dai tersebut adalah tokoh dari komunitas anda, lalu anda berikan pujian melampau, melebihi keadaan sebenarnya. Nilai secara objektif, sesuai fakta sebenarnya.

3. Salah satu hal negatif dari semua orang yang banyak bicara di depan publik adalah, banyak kekeliruan yang terlontar. Ini mungkin berlaku pada siapapun, baik alumni Madinah, alumni Mesir, alumni Libia, maupun alumni IPB seperti Felix Siauw. Apalagi jika mereka berbicara dalam banyak tema, seakan menguasai semua bidang tersebut. Pengkaji aqidah bicara soal kesehatan, alumni bahasa Arab bicara soal fisika dan astronomi, ahli pidato berfatwa hukum, dan seterusnya, tentu akan banyak kesalahan yang terlontar dari lisan dan tulisan mereka.

4. Selayaknya kita paham keahlian dan konsentrasi keilmuan masing-masing dai, mau yang tenar maupun yang khumul. Jangan pernah berpikir, setiap dai itu layak berbicara semua tema, karena yang melakukan itu hanya orang tak berakal.

Jika keahliannya di bidang sejarah, lalu mulai bicara soal penilaian Hadits, jangan langsung terima. Coba bandingkan dengan penjelasan para kiyai atau ustadz yang memang pakar di bidang ilmu Hadits. Jika tidak dikenal pernah tafaqquh dalam madzhab Syafi'i, lalu asyik menukil hukum dari para ulama Syafi'iyyah, jangan telan mentah-mentah, dengarkan dulu komentar dari orang-orang yang luas wawasannya dalam madzhab ini. Dan seterusnya.

5. Setiap pengusung ilmu, punya tanggung jawab besar dengan ilmunya tersebut. Jika dia mendengarkan ada kesalahan penjelasan dari seorang dai atau penceramah masyhur, yang bisa membuat umat jatuh dalam kesalahan, maka fardhu kifayah baginya meluruskan kesalahan tersebut. Jangan diam karena khawatir dengan tekanan para fans sang penceramah masyhur tersebut, atau karena ingin dianggap toleran dan inshaf.

Inshaf itu, bicara saat waktunya bicara, dan diam saat waktunya diam. Inshaf itu mengatakan benar, pada sesuatu yang benar, dan meluruskan sesuatu yang terbukti salah. Bukan malah diam pada waktunya bicara, karena ingin mendapatkan ridha dari manusia.

Demikian.

Baca juga :