Menghindari Harta Pejabat

Menghindari Harta Pejabat

Al-Hafizh Yazid bin Zurai' rahimahullah, tidak mau mengambil harta warisan ayahnya sebesar 500 ribu (dinar), karena ayah beliau semasa hidupnya menjadi wali (gubernur) yang bekerja untuk para penguasa.

Beliau sendiri memilih mencari penghasilan sebagai pembuat keranjang dari daun pohon kurma hingga beliau meninggal dunia.
(Al-Mubin al-Mu'in li Fahm al-Arba'in, al-'Allamah al-Mulla 'Ali al-Qari, Hlm. 348)

Catatan Saya:

1. Ini salah satu contoh sikap wara' para ulama salaf, mereka tidak mau menerima pemberian, hadiah, tunjangan, bahkan harta warisan dari para penguasa dan pejabat, karena harta orang-orang ini mengandung syubhat.

2. Jadi, narasi yang mengesankan seakan para ulama di generasi salaf dulu, semuanya mendapatkan gaji dan tunjangan besar dari para penguasa, tidak tepat. Memang ada sebagian ulama yang mendapatkan gaji dan tunjangan besar tersebut. Namun banyak juga ulama yang tidak mendapatkannya, bahkan banyak yang terang-terangan menolak pemberian dari para penguasa, karena khawatir memakan harta syubhat, juga demi menjaga independensi mereka.

3. Itu di masa lalu, saat para penguasa itu masih menggunakan dustur Islam (Syariat Islam), namun terdapat taqshir (penyimpangan) dan beberapa kezaliman. Bagaimana dengan harta penguasa di zaman ini?

4. Tentu, ini ditujukan kepada para ulama rujukan umat, bukan kepada semua orang. Masing-masing ada maqamnya.

(Muhammad Abduh Negara)

Baca juga :