Suriah yang hancur lebur setelah perang hanya menetapkan sekitar 20 orang menteri.
Dari semua menteri yang diangkat bisa dibilang adalah ahli di bidangnya, kalau bukan akademisi level tinggi, maka mereka adalah praktisi yang sangat mendalami bidangnya.
Pemerintahan teknokratik seperti ini tidak mungkin dicapai dengan proses pemilu dan partai politik.
Tapi kita tidak tahu ke depan setelah lewat beberapa masa bergantinya pemimpin, jika proses politik sudah berjalan di Suriah, bisa-bisa orang tidak jelas yang akan orbit.
Idealnya menurut Islam, masyarakat tidak punya hak untuk memilih pemimpin, masyarakat hanya punya hak untuk mengoreksi.
Pemilihan pemimpin cukup diserahkan pada 5-7 orang paling pintar dan bijak untuk menentukan.
(Pega Aji Sitama)