Chindo Mualaf

Chindo Mualaf

Menarik melihat perkembangan dakwah ke kalangan Chindo akhir-akhir ini dimana kisah tentang keislaman beberapa pesohor Chindo cukup menarik perhatian publik yang selama ini mengidentikkan wajah Chindo itu lebih Kristenable. 

Mengapa wajah Chindo itu saat ini lebih Kristenable? Hal ini menarik untuk ditelusuri, sebab pada era Majapahit banyak orang China adalah muslim. Mereka pedagang-pedagang dari Kanton.

Ketika VOC melakukan pembantaian China di Batavia, orang-orang China yang lari ke Jawa Tengah, mereka melakukan perlawanan, bergabung dengan pasukan Jawa untuk melawan Kompeni Belanda, banyak diantara mereka yang masuk Islam.
Pada era tanam paksa, relasi bangsa China dengan Jawa muslim surut. Kebijakan Belanda yang membagi kelas warga berdasarkan ras, dimana Ras Eropa menjadi waga kelas pertama, ras Asia Timur, Arab dan China menjadi warga negara kelas dua dan pribumi sebagai warga kelas tiga yang terendah menyebabkan kebencian kepada orang China terus meningkat di kalangan pribumi.

Apalagi pada waktu itu, kelompok masyarakat China dijadikan sebagai penarik pajak oleh pemerintah kolonial Belanda. Nabok, nyilih tangan. Hal ini mengakibatkan kebencian yang terus terpupuk di alam bawah sadar kalangan pribumi.

Sejarah juga mencatat bentrok dengan skala besar seperti China dengan Jawa muslim, seperti kerusuhan anti China di Solo yang dipicu persaingan antar juragan batik. Dan juga pertarungan antara juragan rokok Pribumi dengan Tionghoa di Kudus. Sejak saat itu, konon, agama Islam menjadi terlarang dalam keluarga Chindo.

Pada masa Orde Baru, dengan alasan PKI berontak karena dukungan RRC maka Suharto kemudia melarang segala hal yang berbau Tionghoa. Bukan hanya nama dan bahasa Tionghoa yang dilarang, agama yang identik dengan orang Tionghoa, yakni Kong Hu Cu juga dilarang. 

Pelarangan agama Kong Hu Cu ini menyebabkan orang-orang Chindo melabuhkan pilihan agama ke Kristen Katolik. Ada beberapa faktor utama yang mengkibatkan hal ini yakni banyak orang Chindo Kong Hu Cu yang bersekolah di Sekolah Kristen pada masa lalu, sehingga Kekristenan sudah bukan merupakan hal asing. 

Pada masa Gus Dur menjadi presiden, agama Kong Hu Cu kembali diperbolehkan. Pembolehan ini menimbulkan gegar keagamaan pada banyak keluarga Chindo. Mereka terbelah antara Kekristenan dan ke Kong Hu Cuan. Dalam kondisi gegar spiritualitas inilah maka alternatif dan pilihan agama baru menjadi mungkin. 

Apalagi bagi generasi baru yang sudah tidak punya beban sejarah rasisme di masa lalu, maka narasi dakwah Islam ke kalangan Chindo bisa masuk dengan lebih leluasa. 

(Arif Wibowo)

Baca juga :