Menyampaikan kedzaliman orang dzalim yang telah mendzalimi orang banyak, atau menyebutkan penipuan si penipu yang telah menipu banyak korban, atau kefasikan orang fasik yang melakukan dosa dengan bangga atau secara terbuka, maka itu semua bukanlah termasuk ghibah yang diharamkan. Ulama telah sepakat tentang hal ini tanpa ada perbedaan pendapat.
Ghibah yang dilarang adalah mengghibah dosa, aib atau keburukan seorang muslim yang tidak sampai merugikan orang banyak, atau maksiat yang ia perbuat tidak dilakukan secara terang-terangan alias ia malu ketika melakukannya.
Jika semua aib yang hendak diceritakan selalu diancam dan dibungkam dengan dalih tidak boleh ghibah, maka penipu dan pelaku kedzaliman yang tak tahu malu itu akan semakin leluasa melakukan kejahatannya. Korbannya tentu akan semakin banyak yang berjatuhan, akibat tidak ada yang mau mengingatkan orang lain.
Berkata Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab Al Adzkar:
الـذَّمُّ لَيْـسَ بِغِيْبَةٍٍ فِيْ سِتـَّةٍ مُتَظَلِّمٍ وَ مـُعَرِّفٍ وَ مُـحَذَِّرٍ وَ لِمُظْهِرٍ فِسـْقًا وَ مُسْتَفْـتٍ وَمَنْ طَلَبَ الإِعَانَةِ فِيْ إِزَالَةِ مُنْكَرٍ
“Mencela yang tidak termasuk ghibah ada enam perkara: (1) Terdzalimi, (2)Orang yang mengenalkan, (3) Orang yang memperingatkan kejahatan, (4) Terhadap orang yang menampakkan kefasikan, (5) Peminta fatwa, (6) Pihak yang berusaha menghilangkan kemungkaran.”
(*)