Ustadz, Fi Sabilillah dan Zakat Fitri
Dalam madzhab Syafi'i, penerima zakat fitri itu sama dengan penerima zakat mal, yaitu 8 golongan (ashnaf). Berbeda dengan sebagian ulama, yang membatasi penerima zakat fitri hanya pada faqir miskin saja.
Apakah ustadz dan kiyai berhak menerima zakat fitri? Kalau beliau termasuk faqir, miskin, gharim atau sa'i, maka berhak menerima zakat.
Tapi kalau beliau kaya raya, mobil alphard, rumah mewah, istri dua bahkan empat, "penghasilan ceramah" mencapai dua digit per bulan, belum ditambah dengan hadiah dan bisyarah dari muhibbin yang bisa mencapai dua bahkan tiga digit, maka jelas tidak berhak.
Apakah ustadz dan kiyai tidak termasuk "fi sabilillah"? Kalau mengikuti mu'tamad madzhab Syafi'i, jelas tidak. Dalam mu'tamad madzhab Syafi'i, penerima zakat dari golongan "fi sabilillah" hanyalah pasukan perang non reguler (bukan tentara resmi) yang tidak fardhu 'ain baginya untuk berjihad, dan dia tidak mendapatkan gaji atau tunjangan dari negara.
Kalau mengikuti pendapat ulama kontemporer, seperti al-Qaradhawi, apakah mereka mendapatkan porsi "fi sabilillah"? Jawabannya, dapat, selama mereka memang mendedikasikan diri dalam pembelaan terhadap diin Islam dari berbagai serangan pemikiran, punya kesungguhan dalam mendidik umat menjadi umat pejuang yang berislam secara kaffah, dan semisalnya.
Kalau 'hanya' ceramah di sana-sini, membuat yang hadir haha hihi, kemudian pulang dapat amplop, entah ini layak masuk golongan "fi sabilillah" atau tidak.
(Muhammad Abduh Negara)