Semua teman seperjuangan Soekarno sebelum kemerdekaan, lihat nasib mereka setelah Indonesia merdeka.
Kartosuwiryo, yang dulu belajar satu atap dengan Soekarno di Sarekat Islam, ditembak mati atas perintah sahabatnya sendiri karena dituduh memimpin pemberontakan DI/TII.
Kahar Muzakkar, pejuang yang dulu setia, tewas ditembak oleh TNI di hutan Sulawesi.
Buya Hamka, ulama besar, dijebloskan ke penjara dan mengalami siksaan intergrasi parah padahal beliau berusia tua dengan tuduhan mau merencanakan pembunuhan Soekarno.
Sutan Sjahrir, kawan di detik-detik proklamasi, meregang nyawa dalam tahanan politik.
Mohammad Natsir dan Haji Agus Salim juga berakhir terpinggirkan oleh sahabat yang dulu mereka bela mati-matian. Sultan Abdul Hamid, Perancang Simbol Pancasila juga sama.
Nasib tragis ini mengingatkan saya pada kisah Raden Wijaya, raja pertama Majapahit, yang membunuh sahabat-sahabat seperjuangannya Ranggalawe, Lembu Sora, dan Nambi mereka semua berjasa mendirikan Majapahit hingga mengantarkan Raden Wijaya dipuncak kekuasaannya dengan air mata, nyawa dan darah.
Tentu sejarah berulang. Dan artinya apa? Politik tidak memandang kawan meskipun jasamu begitu besar.
(Ngopidiyyah)